apakabar.co.id, JAKARTA – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengajak kalangan akademisi terutama dari lingkup Perguruan Tinggi Muhammadiyah untuk membuat riset berbasis analisa sosial terhadap berbagai kebijakan yang berdampak ke berbagai sektor kehidupan.
“Dari berbagai masalah yang kami kaji di Indonesia, muaranya satu, adalah masalah di bagian hulu, artinya perintah yang berada di sisi hulu (kehidupan),” kata Busyro Muqoddas saat Pelatihan Ideologi Kepemimpinan Regional Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah di Pekalongan, Jawa Tengah, seperti dilansir Antara, Minggu (7/9).
Sedangkan kasus-kasus yang terjadi di daerah, ujar dia, adalah bagian hilir atau dampak dari bagian hulu berupa peraturan yang mengikat. “Selama ini, peraturan yang dibuat lebih banyak berdasarkan asumsi, bahkan kepentingan pemilik modal, bukan berbasis problematika di masyarakat, ” kata Busyro Muqoddas.
Baca juga: Muhammadiyah Minta Semua Pihak Menahan Diri dan Menghentikan Kekerasan
Ia mencontohkan UU Cipta Kerja, UU Minerba, yang dalam realisasinya, beberapa diantaranya menimbulkan polemik di masyarakat. “Saya sudah melihat tambang di Halmahera, lahannya sangat luas,” kata dia.
Atau, lanjut dia, polemik seputar pengembangan kawasan Rempang di Provinsi Kepulauan Riau yang sempat memicu keriuhan baik secara fisik maupun nonfisik.
Sementara Ketua PWM Jateng KH Tafsir menambahkan, untuk itu dibutuhkan kekuatan politik yang didukung kemampuan ekonomi yang kuat. “Supaya kekuatan politik ini tidak dikuasai oleh kekuatan ekonomi,” ujar Tafsir.
Pelatihan Ideologi Kepemimpinan Regional LHKP PW Muhammadiyah Jateng mengangkat tema “Meneguhkan Ideologi Islam Berkemajuan dalam Membangun Kepemimpinan Publik yang Berintegritas dan Progresif” dengan jumlah peserta 150 orang.
Baca juga: KKP-Muhammadiyah Sinergi Sukseskan Program Ekonomi Biru
Ketua LHKP PW Muhammadiyah Jateng Jayusman Arief pelatihan dilakukan untuk membekali kader-kader Muhammadiyah dengan wawasan ideologis Islam Berkemajuan, keterampilan kepemimpinan serta kemampuan membaca dan merespons dinamika sosial-politik secara bijaksana dan berkeadaban.
“Kegiatan ini juga menjadi media konsolidasi kader potensial Muhammadiyah dari berbagai daerah di Jawa Tengah, yang diproyeksikan menjadi aktor strategis dalam ruang-ruang publik, baik sebagai legislator, birokrat, pemimpin organisasi masyarakat, maupun penggerak komunitas,” ujar dia.
Untuk mewujudkan hal itu, lanjut dia, diperlukan pelatihan yang tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga aplikatif dan kontekstual. “Tujuannya agar kader-kader tersebut siap mengemban amanah umat dengan integritas dan keberpihakan yang jelas kepada kepentingan rakyat,” kata Jayusman.