News  

Tragedi Muara Kate, Wapres Turun Tangan 

Wapres RI Gibran Rakabuming Raka (kanan) saat meninjau salah satu puskesmas di Samarinda, Kalimantan Timur, Februari lalu. Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, dijadwalkan turun langsung ke Dusun Muara Kate, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Sabtu (14/6).

Agenda ini menjadi langkah responsif pemerintah atas konflik berkepanjangan antara warga dan aktivitas hauling batu bara yang merenggut banyak nyawa.

Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh Kapendam VI/Mulawarman, Kolonel (Kav) Kristiyanto. “Iya, kabarnya akan datang besok [hari ini], tapi masih tentatif,” ujar Kristiyanto.

Ia belum bisa merinci kepastian kedatangan Wapres. “Kalau ada perkembangan, nanti saya infokan,” imbuhnya.

Namun, ia menyebutkan agenda Wapres ke Muara Langon, Kecamatan Muara Komam, sudah masuk dalam pembahasan Rakorwil.

“Benar, sesuai rakorwil pagi ini, RI-2 rencana ke Tabalong,” kata Kristiyanto.

Informasi yang dihimpun menyebut Gibran akan bertolak dari Bandara Banjarmasin siang ini. Setibanya di Kalsel, ia langsung menuju Muara Kate dan dijadwalkan berdialog dengan warga di kantor desa.

Konflik Membusuk di Muara Kate

Muara Kate menjadi titik panas konflik sejak dua tahun terakhir. Warga menolak truk hauling batu bara yang melintas di jalan negara. Jalan rusak parah, kecelakaan sering terjadi, dan korban jiwa berjatuhan.

1 Mei 2024: Ustaz Teddy tewas di Songka, diduga ditabrak truk hauling.

Oktober 2024: Pendeta Veronika meninggal di Marangit usai truk gagal menanjak.

15 November 2024: Posko warga diserang. Russell (6) tewas, Anson luka berat.

2 Juni 2025: Warga hadang 50 truk hauling berpelat Kalsel di jalan nasional.

10 Juni 2025: Ratusan sopir demo tandingan di Simpang Tokare, Batu Kajang.

LBH Samarinda menyebut aksi warga sebagai bentuk perlawanan terhadap pembiaran pelanggaran hukum. Hauling di jalan umum melanggar Perda Kaltim No. 10 Tahun 2012 dan UU Minerba No. 3 Tahun 2020.

“Ini bukan sekadar lalu lintas. Ini pelanggaran HAM dan lingkungan,” kata Irvan Ghazi dari LBH Samarinda. Ia mendesak pemerintah menghentikan intimidasi dan praktik hauling di jalan umum.

Peneliti NUGAL Institute, Merah Johansyah, menyebut konflik ini sebagai “bom waktu” yang dibiarkan. Ia menyoroti sikap diam BBPJN yang dinilai sebagai bentuk pembiaran berulang (repeating negligence).

“Polanya sama seperti di Jambi dan Sumsel. Perusahaan tambang dibiarkan menuai cuan, rakyat yang saling bentrok,” ujarnya.

Merah menegaskan jika konflik horizontal pecah, negara harus bertanggung jawab. “Kalau warga dan sopir saling serang, yang harus dituntut adalah pemerintah dan aparat,” pungkasnya.

 

168 kali dilihat, 168 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *