Waspadai Kondisi Buruk dan Maraknya Kecelakaan di Hilirisasi Nikel

Pemerintah menggadang-gadang hilirisasi nikel sebagai solusi perekonomian dan semua permasalahan di Indonesia. Foto: Vale Indonesia

apakabar.co.id, JAKARTA –  Data Trend Asia menunjukkan sepanjang 2015-2022, kecelakaan kerja di 15 lokasi smelter nikel di Sulawesi dan Maluku telah memakan 53 korban jiwa dan 76 korban luka.

Pada periode yang sama, di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) telah terjadi sedikitnya 18 insiden kecelakaan kerja yang menelan 15 korban jiwa dan 41 korban luka. Kecelakaan itu ditengarai akibat lemahnya pengawasan dan maraknya praktik korup di lingkungan IMIP.

Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M.Syarif mengungkapkan, nafsu hilirisasi pemerintah telah menerabas berbagai mekanisme pengaman manusia, sosial, dan lingkungan. Karena itu, pendirian serikat di lingkungan smelter diharapkan mampu memberikan tekanan pada praktik buruk industri smelter, khususnya dalam melindungi hak-hak pekerja.

Jika menilik lebih jauh, kata Laode, RUU KPK dirampungkan dalam 2 minggu, revisi UU Minerba dalam 4 minggu, dan juga UU Ciptaker. Semua regulasi itu diluluskan begitu cepat oleh pemerintah demi kepentingan bisnis para oligarki.

“Tidak heran jika kerusakan lingkungan dan kecelakaan marak terjadi dan berulang-ulang. Itu adalah bukti bahwa pengawasan menjadi lemah dan sangat mungkin dikorupsi. Nikel didorong katanya untuk transisi energi yang bersih dengan baterai, tapi percuma jika praktiknya merusak lingkungan dan tidak manusiawi pada pekerja,” papar Laode yang juga mantan wakil ketua KPK.

Sejauh ini, ada banyak alasan yang membuat sektor pertambangan rentan korupsi dan pengelolaan buruk. Gita Ayu Atikah dari Transparency International menilai, hal itu berhubungan dengan tata kelola perizinan yang berantakan serta regulasi yang dikooptasi oleh kepentingan elit.

“Dan yang pasti, minim transparansi dan penegakkan hukum yang lemah,” ujar Gita.

Karena itu, UU Pertambangan 2020, kata Gita Ayu, harus direvisi. Selain itu, mekanisme pengaduan dan transparansi terhadap industri harus ditegakkan agar mereka tidak semena-mena.

“Semoga berdirinya serikat dapat membantu pekerja untuk mendesak agar tata kelola industri akuntabel,” imbuhnya.

Sementara itu, Catur Widi dari Rasamala Hijau Indonesia mengungkapkan praktik hilirisasi di Indonesia sebagai kebijakan eksploitatif besar-besaran atas sumber daya alam dan manusia. Hal itu bisa dilihat dari kerusakan lingkungan di sekitar pusat industri nikel, praktik ketenagakerjaan terhadap buruh yang diskriminatif antara TKA dan pekerja lokal,

“Dan fleksibilitas pasar tenaga kerja yang begitu masif dalam sektor yang mengandalkan sepenuhnya pada modal asing,” terang Catur Widi.

Ahmad Ashov Birry dari Trend Asia juga menyesalkan banyaknya regulasi yang dipotong untuk mempermudah investasi dalam hilirisasi industri. Hal itu telah berujung pada praktik industri yang serampangan, merusak lingkungan, menindas buruh, dan sarat korupsi.

“Upaya hilirisasi sebenarnya sudah berjalan selama 10 tahun, tapi apa dampaknya? Dalam banyak hal malah terjadi deindustrialisasi,” paparnya.

Ashov menambahkan, “Hilirisasi pada praktiknya hanya menguntungkan segelintir elit di Jakarta. Untuk mencari untung, pengusaha memotong ongkos lingkungan, buruh, dan keamanan.”

Akhirnya, pekerja dan masyarakat lokal di sekitar kawasan industri yang memikul beban untuk memperkaya pebisnis dan politisi di Jakarta. “Penggalakan hilirisasi ini benar-benar harus kita evaluasi,” tegas Ashov.

Khusus di Morowali, Sulawesi Tengah, para pekerja IMIP telah mendeklarasikan berdirinya Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) pada Kamis (8/9/2023).

Ketua SBIPE Hendrik Foord Jebbs menjelaskan serikat berdiri sebagai wadah bagi pekerja industri nikel untuk memperjuangkan haknya demi kehidupan yang lebih baik dalam menghadapi kondisi kerja yang buruk, termasuk upah rendah yang memaksa buruh untuk lembur.

Hal lain yang dihadapi buruh, di antaranya, mutasi sewenang-wenang, perusakan lingkungan, hingga standar keamanan kerja yang lemah dan kecelakaan yang terus menerus terjadi.

Yang teranyar pada 24 Desember 2023, ledakan tungku smelter nikel di PT Indonesia Tshinghan Stainless Steel (ITSS) berujung pada tewasnya 21 pekerja dan 38 lainnya terluka.

“Pemerintah menggadang-gadang hilirisasi nikel sebagai solusi perekonomian dan semua permasalahan di Indonesia. Namun, sedikit orang yang melihat bagaimana situasi di lapangan,” kata Hendrik.

Buruh di IMIP, menurut Hendrik, memiliki posisi yang lemah. Upah kecil telah memaksa mereka bekerja lembur dengan waktu istirahat yang minim, berujung pada keletihan dan kecelakaan.

“Termasuk ledakan di tungku PT ITSS akhir tahun lalu, juga terjadi karena para pekerja sudah 24 jam melakukan perbaikan di lapangan,” jelasnya.

Lebih jauh, Hendrik mengungkapkan, pendirian serikat diperlukan untuk mendesak industri dalam menjunjung hak-hak pekerja. Hal itu karena masalah upah dan jam kerja buruh sering diabaikan oleh perusahaan.

“Sementara perusahaan seenaknya melakukan outsourcing dan merekrut pekerja dari luar negeri dengan upah timpang. Praktik hilirisasi serampangan ini dilakukan tanpa memanusiakan buruh,“ pungkasnya.

 

14 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *