Opini  

Eskalasi Trump di Iran: Ancaman Serius terhadap Perdamaian Global

Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Foto: JIM LO SCALZO/EPA-EFE

Oleh: Syafruddin Karimi*

Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah memerintahkan serangan udara terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran—Natanz, Isfahan, dan Fordow—yang diklaim sebagai “keberhasilan militer spektakuler” oleh Gedung Putih. Dalam pidato singkatnya dari Gedung Oval, Trump menyatakan bahwa fasilitas nuklir Iran telah “benar-benar dihancurkan”, dan memperingatkan akan ada lebih banyak serangan jika Iran tidak segera menyetujui perdamaian (Stewart & Holland, 2025).

Langkah Trump ini memicu keprihatinan serius di tingkat internasional. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, António Guterres, menyebut serangan AS sebagai “eskalasi berbahaya di kawasan yang sudah berada di ambang krisis” serta sebagai “ancaman langsung terhadap perdamaian dan keamanan internasional.” Guterres juga menegaskan bahwa tidak ada solusi militer bagi konflik ini, dan satu-satunya jalan keluar adalah melalui diplomasi (Nichols, 2025).

Meskipun AS berdalih tidak mengejar perubahan rezim, ancaman terhadap infrastruktur vital Iran jelas mengindikasikan strategi koersif untuk menekan pemerintah Teheran. Pernyataan Trump bahwa “Fordow telah lenyap” dengan enam bom penghancur bunker, serta peluncuran 30 rudal Tomahawk, memperlihatkan niat untuk memaksakan kehendak melalui kekuatan militer (Stewart & Holland, 2025). Pernyataan ini bertolak belakang dengan semangat hukum internasional yang mengutamakan penyelesaian damai dan menghindari kekerasan unilateral.

Baca juga: Bila AS Menyerang Iran, Apa Selanjutnya?

Baca juga: Bisnis Trump: Dari Perang Dagang Menuju Perang Nuklir

Respons Iran terhadap serangan ini menegaskan bahwa fasilitas tersebut telah dikosongkan lebih dulu dan tidak mengandung bahan radioaktif yang dapat mencemari lingkungan. Namun, narasi yang dibangun oleh kedua pihak menunjukkan adanya jurang yang semakin melebar dalam jalur diplomasi (Stewart & Holland, 2025).

PBB telah memperingatkan bahwa konflik ini dapat dengan cepat lepas kendali, dan menyebabkan konsekuensi bencana, baik bagi warga sipil, kawasan Timur Tengah, maupun stabilitas global. Seruan Guterres untuk menghindari “spiral kekacauan” layak menjadi titik balik bagi komunitas internasional agar tidak menyerahkan penyelesaian konflik pada logika senjata dan unjuk kekuatan militer (Nichols, 2025).

Trump mungkin merasa telah mencapai kemenangan taktis, tetapi ia mengabaikan kenyataan bahwa stabilitas jangka panjang hanya bisa dicapai melalui kredibilitas moral, kepemimpinan yang dapat diprediksi, dan penghormatan terhadap hukum internasional.

*) Guru Besar Departemen Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Andalas

11 kali dilihat, 11 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *