OPINI

Redominasi Rupiah dan ‘Currency Substitution’

Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Foto: Antara
Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Foto: Antara
Oleh: Muhammad Syarkawi Rauf*

Tren penggunaan mata uang secara global belum mengalami perubahan signifikan dalam 25 tahun terakhir. Hal ini tercermin pada indeks penggunaan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) yang masih sekitar 65,51, Euro 26,53, Yen Jepang 11,20, dan Pound Sterling 7,40 tahun 2002. 

Setelah 23 tahun, yaitu pada tahun 2025, indeks penggunaan dolar AS hanya turun sedikit menjadi 59,71, Euro naik sangat signifikan menjadi 30,28, Yen Jepang turun menjadi 6,88, dan Pound Sterling Inggris turun menjadi 6,86. Sementara indeks penggunaan mata uang Yuan China hanya sekitar 2,86.

Tingginya indeks penggunaan empat mata uang di atas karena tingginya kredibilitas mata uang negara-negara tersebut sebagai alat tukar (medium of exchange), alat hitung (unit of account) dan penyimpanan kekayaan (store value). 

Hal ini tercermin pada dominasi penggunaan mata uang dolar AS, euro, yen Jepang dan pound sterling Inggris dalam hal cadangan devisa global, penerbitan surat utang global, transaksi perbankan lintas negara, dan liabilitas bank lintas negara.
Kondisi ini kontras dengan penggunaan mata uang rupiah secara global yang sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh posisi rupiah yang masuk dalam 10 besar mata uang paling lemah secara global. Mata uang rupiah menempati peringkat keenam dalam world top ten weakest currency. Mata uang rupiah bersaing dengan Vietnam dong di peringkat ke-4. 

Mata uang rupiah satu klaster dengan mata uang negara-negara sedang berkembang lainnya, seperti Kamboja, Madagaskar, Zimbabwe, Suria, Usbekistan, Laos, Iran dan Somalia. Dimana nilai rupiah dalam dolar AS salah satu yang terendah di dunia, yaitu 16.650 rupiah per dolar AS. 

Mata uang rupiah lebih rendah dari mata uang Kamboja sekitar 4.138 riel per dolar AS, tetapi masih lebih baik dari mata uang Somalia yang nilainya sekitar 24.300 shilling per dolar AS dan mata uang dong Vietnam yang nilainya mencapai sekitar 26.332 dong per Dolar AS. 

Posisi mata uang rupiah yang lemah menimbulkan masalah kredibilitas rupiah dalam transaksi internasional. Hal ini juga menyebabkan lemahnya fungsi dan bahkan menurunkan penggunaan mata uang rupiah dalam transaksi domestik. Termasuk dalam hal menurunnya porsi rupiah sebagai alat penyimpan kekayaan (store of value).  

Rendahnya kredibilitas mata uang rupiah secara internasional dan domestik membuat masyarakat Indonesia lebih senang menyimpan kekayaan dalam mata uang dolar AS, euro dan dolar Singapura. Bahkan, dalam beberapa kasus, “sosialita” di kota besar, seperti Jakarta menggunakan mata uang dolar AS dalam arisan bulanan.   
Mata uang rupiah yang sangat lemah dalam dolar AS menimbulkan masalah dalam identitas nasional. Hal ini menyebabkan terjadinya currency substitution, yaitu subtitusi penggunaan mata uang nasional dengan mata uang negara lain sebagai alat pertukaran, penyimpan kekayaan, dan alat hitung.

Terdapat beberapa negara yang mengalami subtitusi penggunaan mata uangannya (currency substitution), yaitu mengalami fenomena dollarisation sebagai peralihan ke mata uang dolar AS karena mata uang lokal sangat lemah atau dianggap tidak kredibel.   

Currency substitution membuat suatu negara kehilangan identitas nasionalnya dan bahkan membuat kebijakan moneternya menjadi tidak efektif. Bank sentral atau otoritas moneter tidak dapat mempengaruhi jumlah uang beredar di masyarakat. Kebijakan moneter tidak efektif mempengaruhi jumlah uang beredar karena penggunaan mata negara lain yang besar. 

Salah satu strategi yang dipilih oleh banyak negara untuk meningkatkan kredibilitas mata uangnya adalah redenominasi mata uang (currency redenomination). Redenominasi adalah strategi menurunkan nilai nominal uang paska hyperinflation, penyederhanaan transaksi, dan memberikan signal kepada pelaku pasar terjadinya pergeseran kebijakan moneter. 

Currency redenomination adalah strategi intervensi moneter melalui rekalibrasi (penilaian ulang) nilai nominal dari suatu mata uang tanpa mempengaruhi daya beli mata uang bersangkutan (Udo & Agbai, 2023).

Pengalaman redenominasi di berbagai negara dengan mengurangi nilai nominal suatu mata uang hingga 10 kali lipat. Hal ini pernah dilakukan oleh Turkiye pada Januari 2005, mengganti Turkish Lira (TL) menjadi New Turkish Lira (YTL). Dimana nilai 1.000.000 TL sama dengan 1 YTL, yaitu menghilangkan enam nol dari mata uang Lira Turkiye yang lama tetapi daya beli 1.000.000 TL sama dengan 1 YTL.
Proses yang sama dapat dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dengan menghilangkan tiga angka nol dalam mata uang Rupiah. Akibatnya, nilai mata uang Rupiah secara nominal menurun dari 1.000 rupiah menjadi 1 rupiah atau 1.000.000 rupiah menjadi 1.000 rupiah tanpa menghilangkan daya belinya. 

Artinya, jika 1.000 Rupiah dalam mata uang rupiah lama dapat membeli lima buah permen maka 1 New Rupiah paska redenominasi juga tetap memiliki daya beli yang sama, yaitu dapat digunakan untuk membeli lima buah permen.  

Secara internasional, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sekarang sekitar 16.650 rupiah per dolar AS, paska redenominasi nilai tukarnya menjadi 16,650 rupiah per dolar AS. Demikian juga dengan nilai tukar rupiah terhadap euro yang sekarang sekitar 19.910 rupiah per euro, paska redenominasi menjadi hanya 19,910 rupiah per euro.

Redenominasi menghilangkan fenonena money illusion, yaitu merasa kaya karena memiliki nilai nominal uang besar tetapi dengan daya beli yang rendah. Dengan redenominasi membuat nilai nominal lebih rendah tetapi dengan daya beli yang tetap. Redenominasi membuat mata uang Rupiah semakin mudah untuk dibawah kemana-mana (portability). 
Hal ini akan meningkatkan kredibilitas penggunaan mata uang rupiah dan tingginya kepercayaan terhadap rupiah sebagai identitas nasional. Lebih jauh, redenominasi rupiah meningkatkan efisiensi dalam transaksi dan mendorong stabilitas makro ekonomi dengan inflasi yang rendah, seperti pengalaman Turkiye. 

Akhir kata, redenominasi rupiah akan berdampak psikologis terhadap penggunaan rupiah sebagai alat tukar, alat hitung, dan alat menyimpan kekayaan. Redenominasi mengurangi kecenderungan currency substitution dalam bentuk dolarisasi karena konversi ke dolar AS yang mudah. Redenominasi juga merupakan penegasan terhadap kedaulatan moneter suatu negara. 

*) Dosen FEB Unhas dan Ketua KPPU RI Periode 2015 – 2018