OPINI
Siapkah Kredit dan Proyek Investasi Memacu Pertumbuhan Tinggi?

Oleh: Syafruddin Karimi*
Ekonomi melaju ketika kredit berubah menjadi proyek yang menghasilkan barang, jasa, dan upah. Indonesia memiliki peluang mempercepat pertumbuhan jika penempatan dana pemerintah di perbankan pelat merah benar-benar mengalir ke koperasi, UMKM, perumahan rakyat, dan proyek siap bangun.
Tugas utama negara dan perbankan bukan lagi menambah likuiditas, melainkan memastikan setiap rupiah pinjaman menyala di lokasi kerja: gudang terisi, alat berat beroperasi, kebun diremajakan, kapal melaut, dan toko ramai.
Kunci sukses terletak pada kesiapan pipa intermediasi. Bank perlu mengeksekusi standar cepat: time-to-yes hitungan hari, time-to-cash singkat, dan bunga kompetitif untuk kredit produktif. Pemerintah mengikat dana penempatan pada use of proceeds yang tegas agar tidak parkir di portofolio.
Publik menilai progres melalui dashboard mingguan yang menampilkan loan-to-placement ratio, nilai penyaluran per kabupaten, dan status proyek bergeotag. Transparansi seperti ini menciptakan disiplin, mengurangi ruang spekulasi, dan mempercepat putaran ekonomi lokal.
Paket stimulus “8+4+5” memberi dorongan permintaan sekaligus memperlancar pasokan. Bantuan beras, padat karya, dan insentif pajak menguatkan konsumsi akar rumput, sedangkan jaringan koperasi desa yang terbiayai menurunkan biaya distribusi LPG, pupuk, dan pangan.
Pada saat yang sama, kredit perumahan dan renovasi mengaktifkan rantai permintaan dari semen, baja ringan, keramik, hingga furnitur. Ketika rumah tangga melihat harga lebih tertata dan akses kredit membaik, belanja bergerak dan dunia usaha mendapat sinyal untuk menambah jam kerja serta kapasitas.
Pertumbuhan tinggi membutuhkan loncatan investasi yang konsisten. Replanting 870 ribu hektare untuk tebu, kakao, kelapa, kopi, mete, dan pala memerlukan skema kredit multiyear dengan masa tenggang yang selaras siklus tanaman.
Negara menyiapkan toolkit teknis: bibit bersertifikat, paket pupuk spesifik lokasi, pengendalian hama terpadu, micro-fermentary dan pengering tenaga surya di desa. Ketika mutu dan hasil naik, harga mengikuti, arus kas petani menguat, dan cicilan kredit terbayar dari produktivitas, bukan dari penjualan aset.
Proyeksi pertumbuhan Semester II-2025 masuk di kisaran 5,3–5,5 persen yoy jika repricing bunga berjalan pada Oktober–November dan dana pemerintah segera berubah menjadi kredit produktif. Basis Semester I yang mencetak 4,87 persen (Q1) dan 5,12 persen (Q2) memberi ruang akselerasi, meski target tahunan 5,2 persen tetap menuntut kuartal IV yang sangat kuat.
Skenario penuh tahun yang paling masuk akal berada di 5,1 persen dengan peluang menyentuh 5,2 persen jika penyaluran kebijakan cepat dan rupiah stabil. Artinya, eksekusi tiga bulan terakhir memegang peran penentu: realisasi belanja Nataru, kelancaran kredit koperasi dan properti, serta perbaikan ekspektasi rumah tangga.
Stabilitas makro menjadi jangkar yang mengamankan tempo. Bank Indonesia menjaga nilai tukar dan ekspektasi inflasi melalui komunikasi kebijakan yang konsisten, sementara Kementerian Keuangan memastikan disiplin fiskal. Kombinasi ini menurunkan premi risiko dan biaya modal, sehingga kredit produktif lebih murah dan menarik.
Pelaku usaha membuat keputusan investasi ketika kurs tenang, bahan baku tersedia, dan permintaan domestik tumbuh. Pertumbuhan yang lahir dari kepastian seperti ini cenderung berkelanjutan dan tahan guncangan eksternal.
Pengawasan yang kuat menutup celah kebocoran. Pemerintah menerapkan inspeksi acak berbasis geotag dan sistem e-invoice yang menautkan kredit dengan bukti transaksi barang maupun jasa. Pelanggaran use of proceeds memicu sanksi otomatis.
Di pusat, delivery room lintas kementerian menyelesaikan izin, lahan, dan logistik dalam hitungan hari. Di daerah, kepala dinas menandatangani SLA perizinan untuk gudang, kios koperasi, dan rumah produksi, lalu memublikasikan capaian mingguan agar partisipasi swasta meningkat.
Target 6 persen pada 2026 layak dikejar secara terukur jika bauran kebijakan tetap konsisten dan transmisi 2025 menghasilkan lompatan kredit–investasi di awal tahun depan. BI sudah membuka ruang pelonggaran lebih lanjut, pasar mengantisipasi siklus suku bunga yang ramah pertumbuhan, dan pemerintah menyiapkan stimulus lanjutan serta percepatan belanja. Feasibility naik ketika kualitas intermediasi membaik, proyek prioritas dipacu, dan stabilitas inflasi–kurs terjaga sehingga kepercayaan dunia usaha tidak pecah.
Tujuan akhirnya jelas: kredit yang tepat guna melahirkan proyek yang layak, proyek yang berjalan melahirkan pendapatan, dan pendapatan yang berulang melahirkan pertumbuhan yang kukuh. Indonesia dapat memacu pertumbuhan tinggi dengan menyatukan tiga hal secara disiplin: kesiapan kredit, kesiapan proyek, dan kepastian kebijakan. Saat tiga pilar ini bergerak serempak, investasi melaju, pasar tenaga kerja membuka ruang baru, dan daya beli bertahan di seluruh wilayah.
*) Guru Besar Departemen Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Andalas

Editor:
BETHRIQ KINDY ARRAZY
BETHRIQ KINDY ARRAZY