LINGKUNGAN HIDUP
Yayasan Tifa Desak Pemerintah Pastikan SNDC Berkeadilan dan Transparan
Yayasan Tifa mendesak pemerintah agar memastikan isi dokumen Second Nationally Determined Contribution (SNDC) tidak hanya berorientasi pada target mitigasi emisi, tetapi juga berlandaskan keadilan sosial, ekologis, dan prinsip transparansi.
apakabar.co.id, JAKARTA - Menjelang batas waktu penyerahan dokumen Second Nationally Determined Contribution (SNDC) ke forum iklim global, Yayasan Tifa mendesak Pemerintah Indonesia agar memastikan isi dokumen tersebut tidak hanya berorientasi pada target mitigasi emisi, tetapi juga berlandaskan keadilan sosial, ekologis, dan prinsip transparansi. Sebab, SNDC memiliki peran penting dalam menentukan arah pembangunan nasional dan kebijakan iklim Indonesia di masa depan.
Program Officer Natural Resources and Climate Justice Yayasan Tifa, Firdaus Cahyadi, menegaskan bahwa komitmen iklim Indonesia hanya akan kuat jika dibangun di atas prinsip keadilan bagi seluruh rakyat.
“Yayasan Tifa meminta pemerintah untuk melakukan perbaikan substansial pada SNDC demi menjamin hak-hak masyarakat sipil dan menegakkan akuntabilitas publik,” ujar Cahyadi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (24/10).
Cahyadi menyebut ada 4 (empat) pilar keadilan yang wajib diintegrasikan ke dalam SNDC agar dokumen ini benar-benar berpihak pada rakyat dan lingkungan.
Pertama, menghentikan penggusuran atas nama proyek transisi energi atau mitigasi emisi gas rumah kaca. Menurutnya, proyek energi terbarukan tidak boleh menjadi alasan untuk merampas ruang hidup masyarakat.
“Penggusuran yang terjadi atas nama ‘transisi energi’ justru melemahkan kemampuan masyarakat beradaptasi terhadap krisis iklim,” katanya.
Karena itu, SNDC harus memastikan bahwa aksi mitigasi tidak merusak atau melemahkan kapasitas adaptasi masyarakat lokal dan adat.
Kedua, menjadikan SNDC sebagai panduan utama pembangunan nasional yang mengikat seluruh sektor. Cahyadi menilai SNDC tidak boleh menjadi laporan formalitas diplomasi semata.
Dokumen SNDC harus menjadi panglima pembangunan, mengarahkan seluruh kementerian untuk meninggalkan model pembangunan yang eksploitatif. "Tanpa itu, ambisi iklim hanya akan menjadi janji kosong,” terangnya.
Ketiga, menjamin transparansi dan tindak lanjut terhadap masukan publik. Ia menekankan bahwa partisipasi masyarakat tidak boleh sekadar formalitas. Pemerintah harus menyediakan mekanisme pelaporan yang terbuka dan transparan agar publik dapat menelusuri bagaimana masukan dan kritik direspons dalam penyusunan SNDC.
“Ini penting untuk membangun kepercayaan dan legitimasi publik,” imbuh Cahyadi.
Keempat, memperluas makna just transition atau transisi berkeadilan. Menurut Yayasan Tifa, konsep ini tidak boleh terbatas pada isu ketenagakerjaan saja.
“Transisi berkeadilan harus menjamin hak-hak masyarakat rentan, termasuk masyarakat adat, petani, dan komunitas yang terdampak langsung oleh proyek energi baru yang sering diklaim ramah lingkungan,” jelasnya.
Atas dasar itu, Yayasan Tifa mendesak pemerintah segera melakukan perbaikan konkret sebelum SNDC diserahkan secara resmi ke forum iklim global.
Komitmen terhadap krisis iklim harus berjalan seiring dengan penegakan hak asasi manusia dan keadilan sosial. "SNDC harus menjadi dokumen yang adil, transparan, dan melindungi rakyat, bukan justru mengorbankan mereka demi target angka,” pungkas Cahyadi.
Editor:
JEKSON SIMANJUNTAK
JEKSON SIMANJUNTAK