NEWS
Hasil Lab Belum Keluar, Pertamina Tepis Dugaan Pencemaran Muara Badak

apakabar.co.id, JAKARTA — Proses hukum kasus dugaan pencemaran perairan yang dilakukan PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) di Muara Badak, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, masih berjalan lambat.
Meski dua hasil uji laboratorium telah diterima kepolisian, belum ada kesimpulan hukum yang mengikat karena satu laporan kunci dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum juga dirilis. Sementara itu, ratusan nelayan terus menanggung kerugian ekonomi yang besar.
Kapolres Bontang AKBP Widho Anriano melalui Kasatreskrim AKP Randy Anugrah Putranto mengatakan sampel yang sudah rampung diuji berasal dari Universitas Mulawarman (Unmul) dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Ji
“Kalau dari Unmul dan LHK Tenggarong, itu hasilnya memang sudah keluar, tapi kami masih menunggu hasil dari Kementerian Lingkungan Hidup,” ujar AKP Randy kepada media ini.
Randy menegaskan bahwa pada dua instansi yang sudah mengeluarkan hasil ini, keduanya belum berani untuk menyatakan pencemaran yang terjadi disebabkan oleh limbah dari PHSS. Oleh karena itu, untuk mendapatkan bukti pasti dari proses hukum yang tengah berjalan ini, pihaknya memutuskan untuk mengambil lagi satu sampling dari KLH.
“Jadi saat ini kami masih menunggu, kami sudah melakukan follow up ke Kementerian, sebelumnya kami telah bersurat namun belum ada jawaban sehingga belum bisa ditindak lanjuti karena belum ada kepastian penegakan hukum dari dua hasil sampel yang kami terima itu,” terangnya.
Respons KLH
Lantas sudah sejauh mana prosesnya di Kementerian Lingkungan Hidup? Deputi Penegakan Hukum Kementerian Inspektur Jenderal (Pol) Rizal Irawan menjelaskan alasan hasil belum dirilis. Bahwa saat ini proses penanganan penegakan hukum sedang berjalan dan hasil Laboratorium itu masih dipergunakan sebagai alat bukti penyelesaian sengketa.
“Hasil laboratorium bersifat rahasia dan tidak pernah dirilis selama proses hukum berlangsung. Dalam perkara perdata, hasil itu menjadi alat bukti; sementara dalam pidana, sebagai berkas pendukung,” kata Rizal kepada media ini, Rabu (8/10).
Rizal membantah adanya intervensi terhadap dokumen. Ia menyatakan dokumen termasuk kategori rahasia sesuai aturan PPID, namun mengakui pengadu dapat menerima informasi sesuai ketentuan Permen LHK No. 22 Tahun 2017. Terkait upaya penegakan, Rizal menyebut KLH siap menempuh langkah administratif, pidana, dan perdata bila bukti pencemaran ditemukan.
“Proses ini melibatkan verifikasi ahli, rapat klarifikasi, dan supervisi penanganan. Saat ini, Pertamina Hulu Sanga-Sanga bersedia menyelesaikan sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan bersama masyarakat terdampak dan pemerintah daerah,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Pak Menteri [Hanif Faisol] mengatensi kasus ini,” dan menegaskan, “Penanganan sampai saat ini masih terus berlanjut," tambahnya.
Dikonfirmasi, Manager Communication Relations & CID PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI), Dony Indrawan, mengatakan PHSS berkoordinasi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan serta menegaskan kegiatan dijalankan sesuai aturan lingkungan.
“Pertamina juga mengimbau semua pihak menjaga kondisi kondusif demi kelancaran operasi hulu migas yang merupakan objek vital nasional,” ujar Dony. Ia menegaskan perusahaan bersikap kooperatif dan mengikuti seluruh proses hukum yang berjalan demi mencari solusi terbaik sesuai peraturan.
Dampak Ekonomi Cepat
Sebanyak 299 nelayan kehilangan mata pencaharian, lebih dari 1.000 ha tambak terdampak, potensi produksi hilang sekitar 3.800 ton, dan kerugian diperkirakan Rp68,4 miliar.
Pusat advokasi Pusaka menilai penanganan berjalan lambat. Menurut mereka, uji independen dari Unmul dan ITB sebenarnya sudah menunjukkan indikasi pencemaran.
“Namun hasil resmi dari Gakkum KLH, yang seharusnya menjadi alat bukti utama pidana, justru tak kunjung dirilis. Keheningan ini memicu spekulasi dan melumpuhkan proses hukum,” kata M. Taufik, Ketua Pusaka Kaltim, kepada media ini baru tadi.
Taufik juga menyorot koordinasi internal kepolisian yang berisiko menunda penyidikan, merujuk pada dokumen SP2HP Ditreskrimsus Polda Kaltim Nomor B/134/VIII/RES.5.5/2025/Krimsus tertanggal 27 Agustus 2025. “Jangan sampai koordinasi internal dijadikan justifikasi baru untuk menunda penyidikan. Para nelayan sudah terlalu lama menunggu,” ujarnya.
Ketua Persatuan Budidaya Kerang Dara, Muhammad Said, menggambarkan situasi lapangan di mana para nelayan mogok dan mencari kerja alternatif sambil menunggu kepastian uji forensik.
“Katanya, hanya satu laboratorium di Indonesia yang bisa menguji parameter tersebut. Tapi sampai sekarang kami tidak mendapat kepastian. Kami merasa digantung tanpa kejelasan bantuan atau pemulihan,” ujar Said, yang mengaku merugi hampir Rp1 miliar dari 7 hektare tambaknya.
Pusaka menuntut Gakkum KLH segera merilis hasil laboratorium secara transparan, mempercepat gelar perkara dengan jadwal terukur; dan meminta Pertamina menunjukkan itikad baik lewat pemulihan lingkungan dan dialog ganti rugi.

Editor:
RAIKHUL AMAR
RAIKHUL AMAR