LINGKUNGAN HIDUP

KLH Pangkas Proses AMDAL 75 Persen, Transaksi Karbon Tembus Rp30 Miliar

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan capaian kinerja dan arah kebijakan lingkungan dalam acara Refleksi 1 Tahun Kinerja KLH/BPLH bertajuk “Satu Tahun Menjaga Alam, Menyatukan Langkah”
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan capaian kinerja dan arah kebijakan lingkungan dalam acara Refleksi 1 Tahun Kinerja KLH/BPLH bertajuk “Satu Tahun Menjaga Alam, Menyatukan Langkah”
apakabar.co.id, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Perlindungan Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) mencatat sejumlah capaian besar dalam satu tahun terakhir.

Melalui penerapan sistem digital eVIRA, percepatan perizinan lingkungan kini memangkas waktu proses AMDAL hingga 75 persen, sementara nilai transaksi bursa karbon nasional telah menembus Rp30 miliar. Itu memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi iklim global.

Hal tersebut disampaikan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dalam acara Refleksi Satu Tahun KLH/BPLH di Jakarta, Senin (20/10), yang dihadiri lebih dari 1.200 peserta secara luring dan daring dari seluruh Indonesia.

“Kita menjual bukan sekadar kredit emisi, tetapi kepercayaan dan komitmen pada masa depan bumi,” kata Hanif.

Transformasi digital melalui platform eVIRA (Environmental Visual Integrated Report and Analytics) menjadi tonggak baru reformasi tata kelola lingkungan di Indonesia.


Platform ini mengintegrasikan pelaporan, analisis, dan evaluasi lingkungan secara daring, sehingga mempercepat proses administrasi sekaligus meningkatkan transparansi publik.

Menurut Hanif, proses penyelesaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang sebelumnya membutuhkan waktu rata-rata 271 hari, kini dapat diselesaikan hanya dalam 58 hari kerja.

Sementara itu, dokumen UKL-UPL kini hanya memakan waktu 36 hari, dari yang sebelumnya rata-rata 260 hari.

“Yang dulu kalau kita dengar AMDAL itu lama, tebal, dan mahal — hari ini paling lama 58 hari harus selesai,” ujar Hanif.
“Ini percepatan tanpa mengorbankan kehati-hatian dan ketelitian ilmiah.”

Efisiensi lebih dari 75 persen ini menjadi capaian signifikan dalam upaya pemerintah memangkas birokrasi perizinan tanpa mengurangi standar perlindungan lingkungan.

Selain transformasi digital, KLH/BPLH juga menegaskan langkah strategis Indonesia dalam memperkuat ekonomi hijau melalui perdagangan karbon nasional.

Hingga kini, nilai transaksi di Bursa Karbon Indonesia telah menembus Rp30 miliar, mencerminkan meningkatnya kepercayaan pelaku usaha terhadap mekanisme pasar karbon dalam negeri.

“Pasar karbon adalah cara kita menunjukkan bahwa komitmen terhadap bumi juga bisa bernilai ekonomi,” kata Hanif.
“Tapi yang lebih penting, kita menjual kepercayaan — bukan sekadar kredit emisi.”

Menurut KLH/BPLH, instrumen pasar karbon tidak hanya mendukung pembiayaan transisi menuju energi bersih, tetapi juga memperkuat diplomasi iklim Indonesia di tingkat global, sejalan dengan target Net Zero Emission 2060.


Dalam refleksi tersebut, Hanif juga menyinggung pentingnya kedaulatan ekologis sebagai bagian dari ketahanan nasional.
Salah satu contohnya adalah penanganan insiden paparan radioaktif Cesium-137 di Cikande, Banten, yang berhasil diselesaikan melalui kolaborasi lintas lembaga.

“Kasus Cikande menjadi pengingat bahwa perlindungan lingkungan juga bagian dari pertahanan negara,” tegas Hanif.
“Kedaulatan lingkungan mencakup keamanan ekologis, sejajar dengan kedaulatan pangan dan wilayah.”

KLH/BPLH menegaskan bahwa keamanan lingkungan kini menjadi aspek penting dalam menjaga keselamatan publik dari potensi ancaman kimia, radioaktif, hingga pencemaran industri.

Refleksi kinerja satu tahun KLH/BPLH ini juga menandai arah baru menuju Indonesia Hijau Berdaulat 2045, visi besar Indonesia untuk menjadi bangsa yang mandiri dalam sumber daya alam, tangguh menghadapi krisis iklim, dan berdaya dalam diplomasi global.

“Mari jadikan setiap pekerjaan sebagai ibadah, setiap kebijakan sebagai warisan, dan setiap capaian sebagai tanda bahwa kita pernah berjuang untuk bumi ini,” ujar Hanif.