NEWS
NEXT Indonesia Ungkap 5 Bahaya Impor Pakaian Bekas Ilegal
apakabar.co.id, JAKARTA - Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center Christiantoko menyampaikan, rencana pemerintah untuk memburu impor pakaian bekas (thrifting) harus segera diwujudkan. Alasannya, kedatangan barang ilegal itu telah merugikan negara sekaligus masyarakat.
“Masuknya barang bekas tanpa izin itu tidak hanya menimbulkan hilangnya potensi pendapatan negara, tetapi juga merugikan produsen kecil di Tanah Air dan kesehatan masyarakat,” ungkapnya dalam keterangan tertulis dikutip di Jakarta, Kamis (30/10).
Dalam pengamatannya, Christiantoko mengutarakan, setidaknya ada lima ancaman dari impor pakaian bekas ilegal. Ancaman pertama adalah hilangnya potensi pendapatan negara dari bea masuk. Para importir itu, lanjutnya, tidak membayar kewajibannya yang berupa bea masuk.
Untuk ancaman kedua, lanjutnya, mengingat pakaian bekas itu didatangkan secara ilegal melalui penyelundupan, para importir dapat menjual dengan harga murah di pasar dalam negeri. Kondisi ini akan menekan industri domestik, utamanya garmen yang banyak diproduksi oleh kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Dari sisi produsen, yang langsung terdampak terutama usaha kecil di sektor garmen, karena kalah bersaing dengan barang ilegal,” tegasnya.
Ancaman ketiga dari impor ilegal pakaian bekas, Christiantoko menegaskan, kegiatan itu merupakan pelanggaran hukum yang mesti ditindak. Untuk itu, dia berharap kasus ini tidak hanya menjadi perhatian Kementerian Keuangan, tetapi juga Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kejaksaan Agung dan Kepolisian.
Berikutnya, yang menjadi ancaman keempat, ada potensi kejahatan berupa misinvoicing atau manipulasi faktur kepabeanan. “Ini mirip dengan kejahatan global, dengan cara memanipulasi faktur kepabeanan. Catatan impor di Indonesia lebih kecil ketimbang catatan ekspor dari negara mitra atau yang dikenal dengan istilah under-invoicing,” ungkapnya.
Menurut riset NEXT Indonesia Center, kata Christiantoko, dalam 20 tahun terakhir (2005-2024) ada perbedaan pencatatan kepabeanan sekitar US$591 juta untuk impor pakaian bekas dengan kode HS 6309 itu. Jika dikonversi ke rupiah dengan rata-rata kurs tengah Bank Indonesia periode tersebut yang sebesar Rp12.049 per dolar AS, nilainya sekitar Rp7,1 triliun. Nilai transaksi triliunan itulah yang antara lain hilang dari perhitungan bea masuk.
Lebih lanjut dia menguraikan, sepanjang dua dekade itu, kepabeanan Indonesia mencatat nilai impor pakaian bekas sebesar US$16,4 juta. Sementara catatan negara mitra, nilainya justru mencapai US$607,4 juta.
“Perbedaan pencatatan ini sebenarnya bisa bermakna dua hal. Ada manipulasi faktur atau misinvoicing atau memang barangnya masuk secara ilegal. Namun yang jelas, penerimaan negara mengalami kerugian,” katanya.
Negara-negara pengekspor pakaian bekas ke Indonesia, antara lain: Inggris, Amerika Serikat, Jepang, Australia, Prancis, Singapura, Afrika Selatan, Jerman, Hong Kong, dan Thailand. Dari 10 negara tersebut, sepanjang 20 tahun terakhir, nilainya mencapai US$13,1 juta atau 79,66% dari total catatan resmi impor Indonesia untuk pakaian bekas.
“10 negara itu merupakan catatan resmi Indonesia,” ujar Christiantoko.
Padahal, menurut data UN Comtrade, 10 negara eksportir pakaian bekas ke Indonesia ada Malaysia, di urutan pertama, kemudian disusul Singapura dan Tiongkok. Khusus untuk Malaysia dan Tiongkok ini tidak masuk dalam 10 besar eksportir pakaian bekas versi catatan resmi Indonesia yang dikutip dari penyedia data Perserikatan Bangsa Bangsa itu.
“Informasi itu mengisyaratkan adanya data dari negara-negara eksportir pakaian bekas ke Indonesia yang tidak tercatat secara resmi oleh kepabeanan kita,” tutur Christiantoko.
Sementara ancaman kelima dari masuknya pakaian bekas, terutama yang ilegal, adalah soal kesehatan. “Sudah banyak ahli kesehatan yang menyampaikan potensi infeksi kulit dari pakaian bekas. Kementerian Kesehatan perlu menyampaikan edukasi soal ini,” ujarnya.
Editor:
BETHRIQ KINDY ARRAZY
BETHRIQ KINDY ARRAZY


