EKBIS
Ratusan Triliun APBD Mengendap di Bank, Ekonom Unmul: Ini Tanda Perencanaan Buruk!
apakabar.co.id, JAKARTA – Ratusan triliun rupiah dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dilaporkan masih mengendap di rekening perbankan sejumlah pemerintah daerah di Kalimantan Timur.
Fenomena ini memicu sorotan tajam dari akademisi Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi Purwoharsojo, yang menilai kondisi tersebut menandakan lemahnya pengelolaan keuangan publik, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Menurut Purwadi, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan para kepala daerah sama-sama harus dievaluasi karena keduanya memiliki tanggung jawab langsung dalam tata kelola APBD.
“Saya pikir dua-duanya harus dievaluasi. Kementerian Keuangan harus dievaluasi, di daerah juga harus,” ujar Purwadi, Rabu (29/10).
Purwadi menjeleskan, dana mengendap dalam jumlah besar mencerminkan perencanaan anggaran yang buruk di tingkat daerah. Ia menegaskan setiap pemerintah daerah harus meninjau kembali perencanaan agar penyerapan anggaran bisa tuntas sebelum akhir tahun.
“Kalau dana yang mengendap sampai triliunan, artinya ada masalah pada perencanaan,” ujarnya.
Purwadi juga menyoroti rendahnya serapan APBD yang menjadi indikator lemahnya pelaksanaan program daerah. Ia menyebut, serapan anggaran Kaltim tahun ini baru sekitar 50 persen, sementara beberapa kabupaten dan kota juga mencatat capaian serupa.
“Kalau serapannya buruk, berarti banyak target program yang tidak tercapai di akhir tahun,” jelasnya.
Terkait klaim para kepala daerah bahwa dana APBD tidak diendapkan dalam bentuk deposito atau giro, Purwadi menyebut hal itu perlu dibuktikan. Ia menilai Menkeu harus meninjau ulang keakuratan data yang bersumber dari Bank Indonesia (BI).
“Kalau sumber datanya dari BI, itu satu-satunya yang bisa dipercaya. Tapi kalau ada perbedaan data di daerah, harus ditelusuri,” katanya.
Ia menyarankan agar Menkeu melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memastikan dana publik itu tidak disalahgunakan.
“Apakah benar dalam bentuk deposito? Bunganya ke mana, siapa yang ambil? Harus jelas karena dana APBD ini dana publik, sebagian bersumber dari APBN,” tegasnya.
Purwadi menambahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI juga perlu turun tangan untuk menjelaskan persoalan ini secara terbuka agar publik tidak salah menafsirkan.
“BPK RI dan PPATK seharusnya fokus ke sini, bukan malah sibuk ngurus hal-hal sepele,” ucapnya.
Ia menilai Menkeu juga perlu memperjelas mekanisme transfer dana dari pusat ke daerah yang kerap dilakukan menjelang akhir tahun. Jenis dan nilai transfer, kata dia, harus dipublikasikan secara transparan untuk mencegah salah tafsir.
“BI harus bisa dipercaya karena semua sirkulasi keuangan bank di Indonesia terekam di sistemnya,” katanya.
Purwadi menyarankan para kepala daerah membuka data rekening deposito dan bunga agar masyarakat tahu arah aliran dana publik.
“Aliran dana judi online Rp1.000 triliun di luar negeri saja bisa dideteksi PPATK, masa aliran dana dalam negeri begini tidak bisa?” sindirnya.
Ia menegaskan evaluasi terhadap kepala daerah menjadi momentum penting memperbaiki tata kelola anggaran dan memperkuat prinsip good governance.
“Selama ini mereka tidak pernah berani buka data dana yang mengendap. Padahal uang itu dari pajak rakyat, jadi harus ada pertanggungjawaban yang jelas,” tegasnya.
Purwadi menutup dengan menekankan pentingnya peran PPATK dan BPK RI untuk memastikan setiap bunga deposito atau giro masuk ke kas daerah.
“Kalau bunganya sekian, harus jelas mengalir ke mana. Semua harus transparan,” tandasnya.
Editor:
RAIKHUL AMAR
RAIKHUL AMAR

