Konsumsi Berlebihan Konten TikTok Picu Kesepian Gen Z

Ilustrasi platform TikTok-Tokopedia. Foto Shutterstock

apakabar.co.id, JAKARTA – Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menemukan keterkaitan antara konsumsi konten TikTok dengan meningkatnya rasa kesepian di kalangan Gen Z.

Penelitian bertajuk “Loneliness in the Crowd: Eksplorasi Literasi Media Digital pada Fenomena Kesepian di TikTok melalui Konfigurasi Kajian Hiperrealitas Audiovisual” itu lolos seleksi Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) 2025 dan memperoleh pendanaan Rp6,2 juta dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.

“Kami menemukan keterkaitan antara penggunaan media sosial yang berlebihan dengan rasa kesepian, insecure (minder), bahkan masalah kesehatan mental,” kata Ketua Tim Riset UMY Fifin Anggela Prista dalam keterangan tertulis dikutip Senin (18/8).

Baca juga: Mendag: Penggabungan Tokopedia dan TikTok Shop Sesuai Aturan

Penemuan tersebut, kata Fifin, konten media sosial merupakan hasil rekayasa. Di sisi lain, orang tetap mengonsumsinya dan bahkan membenarkan narasi dalam media sosial tersebut.

Menurut teori hiperrealitas, Fifin menyebut representasi digital kerap dianggap lebih nyata daripada realitas itu sendiri, sehingga emosi yang dibentuk media dapat mempengaruhi kesehatan mental dan hubungan sosial seseorang.

Hasil pengamatan tim menunjukkan banyak akun TikTok memproduksi ulang narasi kesepian dengan sentuhan estetik, seperti kutipan tentang hubungan, kehilangan, atau rasa keterasingan. Konten itu sering dibagikan ulang pengguna sebagai bentuk coping stress atau cara mengatasi stres.

“Konten yang dibuat orang lain sering kali merepresentasikan diri kita, entah itu soal pencapaian orang lain atau kisah emosional seperti percintaan. Walaupun sebagian bersifat komersial, pengguna tetap membagikannya karena merasa konten tersebut mewakili perasaan mereka,” tutur Fifin.

Baca juga: Masa Depan TikTok di AS Masih Tergantung di Meja Negosiasi

Menurut dia, kebiasaan itu memicu efek domino. Semakin sering pengguna membagikan konten kesepian, semakin banyak pula konten serupa yang muncul di linimasa akibat algoritma TikTok.

“Semakin sering terpapar konten kesepian, semakin tinggi pula risiko mengalami gangguan kesehatan mental,” katanya.

Untuk tindak lanjut, tim yang beranggotakan lima mahasiswa UMY ini berencana menggandeng Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) guna mengembangkan strategi literasi digital dan manajemen penggunaan gawai.

“Harapannya, penelitian ini bisa menjadi inovasi dalam penanganan isu literasi digital dan kesehatan mental, khususnya di kalangan Gen Z. Karena kesepian sering dianggap masalah pribadi, padahal dari hal-hal yang terlihat sepele ini, dampaknya bisa sangat besar bagi kesehatan mental generasi muda,” jelasnya.

10 kali dilihat, 10 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *