LINGKUNGAN HIDUP
Belantara Foundation dan Conservation Allies Bersinergi Lestarikan Gajah Sumatra di Ogan Komering Ilir
Belantara Foundation dan Conservation Allies resmi menandatangani piagam kerja sama untuk mendukung konservasi gajah sumatra di Lanskap Sugihan–Simpang Heran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.

apakabar.co.id, JAKARTA - Belantara Foundation dan Conservation Allies resmi menandatangani piagam kerja sama untuk mendukung konservasi gajah sumatra di Lanskap Sugihan–Simpang Heran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
Penandatanganan berlangsung di Asia Pavilion, Abu Dhabi National Exhibition Centre (ADNEC), Uni Emirat Arab, Sabtu (11/10), disaksikan langsung oleh Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan RI, Prof. Satyawan Pudyatmoko, dan Koordinator Regional Hutan dan Lahan Kering IUCN Asia, Satrio Wicaksono.
Kerja sama ini menjadi langkah penting dalam memperkuat program Living in Harmony (Manusia–Gajah Liar Hidup Harmonis) yang telah dijalankan Belantara Foundation selama 3 (tiga) tahun terakhir. Program ini berfokus pada upaya menciptakan koeksistensi antara manusia dan gajah liar agar dapat hidup berdampingan secara harmonis di ekosistem yang sama.
Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dolly Priatna, menjelaskan bahwa kesepakatan itu merupakan wujud komitmen Conservation Allies, lembaga nirlaba yang berbasis di Washington DC, Amerika Serikat, untuk membantu Belantara Foundation melalui dana hibah dan penggalangan dana publik selama dua tahun. Dana tersebut akan digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan konservasi di Lanskap Sugihan–Simpang Heran.
“Lanskap ini menjadi rumah bagi sekitar 100–120 individu gajah liar. Keberadaan mereka sangat penting tidak hanya bagi pelestarian satwa langka, tetapi juga bagi pembangunan ekonomi nasional dan penghidupan masyarakat desa di sekitarnya,” ujar Dolly dalam keterangannya di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Minggu (12/10).
Ia menambahkan, wilayah jelajah gajah di lanskap ini sering kali tumpang tindih dengan kawasan industri dan permukiman, sehingga memunculkan potensi konflik antara manusia dan satwa liar. Untuk itu, menurutnya, dibutuhkan pendekatan yang inovatif dan kolaboratif agar kepentingan semua pihak dapat terakomodasi.
“Kolaborasi antarpihak sangat penting, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta, lembaga konservasi, masyarakat, hingga media. Kami ingin mewujudkan kehidupan harmonis antara manusia dan gajah sumatra,” imbuhnya.
Untuk mendukung upaya tersebut, Belantara Foundation bersama para mitra melakukan berbagai inisiatif di lapangan. Beberapa di antaranya adalah peningkatan kapasitas tim mitigasi konflik manusia–gajah, pembangunan menara pemantauan, edukasi bagi anak-anak usia dini, pengayaan pakan, serta penyediaan artificial saltlicks atau tempat menggaram buatan untuk memenuhi kebutuhan mineral gajah.
Sementara itu, President of Conservation Allies, Paul Salaman, menegaskan bahwa program konservasi gajah sumatra yang dijalankan Belantara Foundation sangat relevan dengan tantangan zaman. Menurutnya, koeksistensi antara manusia dan satwa liar kini menjadi keharusan.
“Melalui kerja sama ini, kami komitmen membantu Belantara Foundation dengan dukungan finansial, penggalangan dana publik, dan peningkatan kapasitas. Semua dana yang terkumpul akan dikelola secara transparan dan dialokasikan sepenuhnya untuk kegiatan di lapangan,” ujar Paul.
Ia optimistis kolaborasi tersebut akan memberi dampak positif bagi pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia, khususnya bagi keberlangsungan populasi gajah sumatra yang kini berstatus Critically Endangered menurut daftar merah IUCN. Paul juga mengajak masyarakat dunia untuk ikut berpartisipasi melalui donasi di laman conservationallies.org.
Dirjen KSDAE Kemenhut RI, Prof. Satyawan Pudyatmoko, menyambut baik kemitraan ini. Ia menilai kolaborasi Belantara Foundation dan Conservation Allies merupakan langkah konkret untuk mendukung upaya pemerintah dalam meminimalkan konflik manusia dan satwa.
“Inisiatif ini sangat baik karena dapat membantu menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia dan gajah di Lanskap Sugihan–Simpang Heran,” terangnya.
Sebagai informasi, Belantara Foundation turut menghadiri IUCN World Conservation Congress 2025 di Abu Dhabi yang digelar pada 9–15 Oktober 2025. Keikutsertaan ini bertujuan mempromosikan berbagai upaya pelestarian hutan dan biodiversitas yang telah dilakukan di Indonesia, khususnya di Riau dan Sumatera Selatan, sekaligus mengajak mitra global berkontribusi dalam menjaga kekayaan alam Indonesia.
Kongres IUCN sendiri merupakan forum konservasi terbesar di dunia yang dihadiri lebih dari 10.000 peserta dari 160 negara. Acara itu menjadi wadah bagi para ilmuwan, pembuat kebijakan, dan pegiat lingkungan untuk berbagi inovasi, riset, serta pengalaman dalam menjaga kelestarian Bumi.

Editor:
JEKSON SIMANJUNTAK
JEKSON SIMANJUNTAK