LINGKUNGAN HIDUP
Pesut Mahakam Tersisa 60 Ekor, Pemprov Kaltim Minta Dukungan Pusat dan Daerah
apakabar.co.id, JAKARTA - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) meningkatkan koordinasi lintas sektor bersama pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan perlindungan maksimal terhadap Pesut Mahakam. Pasalnya, mamalia air langka ini berada dalam kondisi kritis dengan populasi diperkirakan hanya sekitar 60 ekor.
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim, Joko Istanto, mengatakan bahwa upaya penyelamatan pesut tak dapat dilakukan oleh satu instansi saja, melainkan memerlukan konsolidasi kuat dari berbagai pihak mulai dari hulu hingga hilir.
“Koordinasi dengan berbagai pihak mutlak dilakukan karena ikan pesut yang kini hanya 60-an ekor bukan hanya aset provinsi, tetapi aset nasional bahkan dunia, yang wajib kita jaga kelestariannya,” ujar Joko, Senin (24/11).
Joko menegaskan kewenangan pengelolaan kawasan konservasi saat ini melibatkan banyak instansi teknis, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sesuai dengan regulasi terbaru yang berlaku.
Peran utama Dishut Kaltim terkait pelestarian pesut ialah mengelola hutan hulu dan sempadan sungai untuk mencegah pendangkalan Sungai Mahakam yang menjadi habitat endemik khas Kaltim itu.
"Keterlibatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga dinilai sangat vital mengingat kompleksitas permasalahan antara lokasi habitat satwa dan sumber pencemaran yang seringkali berada di area berbeda," ungkap Joko.
Ia menyadari penanganan spesies langka ini tidak bisa dilakukan secara parsial oleh satu instansi saja, melainkan harus melalui kerja sama multi-sektoral yang solid mulai dari hulu hingga hilir.
Joko mengatakan Pemerintah menekankan identifikasi penyebab kematian atau penurunan populasi pesut harus dilakukan dengan sangat hati-hati melalui kajian ilmiah independen yang dapat dipertanggungjawabkan secara fakta.
Pihaknya tidak menginginkan adanya tuduhan tanpa dasar yang menyimpulkan penyebab kematian pesut, apakah murni akibat limbah industri, terjerat jaring nelayan, atau faktor eksternal lainnya.
Penyelidikan menyeluruh, lanjut dia, sangat diperlukan untuk membuktikan apakah aktivitas lalu lintas kapal ponton maupun kegiatan bongkar muat kapal (ship to ship) berkontribusi langsung terhadap kerusakan ekosistem sungai.
Pemeriksaan kepatuhan terhadap izin lingkungan serta kriteria operasional perusahaan yang beroperasi di sekitar habitat pesut, menurut dia, menjadi langkah pengawasan yang tidak boleh diabaikan oleh pemangku kebijakan.
"Pembagian kewenangan terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten juga harus dipetakan ulang secara cermat agar pengawasan berjalan efektif," ucap Joko Istanto.
Editor:
RAIKHUL AMAR
RAIKHUL AMAR

