apakabar.co.id, JAKARTA – Seorang pekebun sekaligus penjual batako di Kaubun, Kutai Timur, Feri bin Markus Lalo (47), dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena dianggap memiliki sabu seberat 98 gram.
Namun, kuasa hukumnya menyebut vonis itu tidak berdiri di atas bukti yang sah, melainkan pada proses hukum yang penuh kejanggalan. Dugaan tersebut kini telah dilaporkan ke Divisi Propam Mabes Polri.
“Klien saya divonis berdasarkan alat bukti yang tidak kuat dan proses yang penuh kejanggalan,” ujar Toni, Jumat (30/5).
Toni baru mendampingi Feri setelah vonis dijatuhkan. Ia kini tengah mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK), seraya melaporkan dugaan rekayasa bukti sabu 101 gram oleh penyidik Satresnarkoba Polres Kutai Timur.
“Kami ingin membuktikan bahwa penyidik bersalah agar putusan pengadilan terhadap klien saya bisa dibatalkan melalui PK,” tegasnya.
Kepala Biro Penerangan Mabes Polri Brigjen Trunoyudho dan Kapolda Kaltim Irjen Pol Endar Priantoro. Endar mengatakan akan mengecek laporan tersebut. “Kita cek dulu ya,” jawabnya singkat.
Dikepung dan Ditembaki
Feri dikenal sebagai penjual batako dan tengah merintis kebun di Kaubun, Kutai Timur. Kasus bermula pada 25 Oktober 2023, saat ia hendak membeli ayam dari seorang pedagang berinisial A di Desa Sepaso. Sekitar pukul 14.00 WITA, mobil Feri tiba-tiba dikepung lima orang tak dikenal.
“Satu orang mencoba membuka paksa pintu hingga hendelnya patah. Mobilnya bahkan ditembak tiga kali. Karena takut, Feri kabur,” ujar Toni.
Belakangan, lima orang itu diketahui merupakan anggota Satresnarkoba. Feri dikejar dan ditangkap di simpang lampu merah Jalan Pendidikan, Sangatta.
Di rumahnya, polisi melakukan penggeledahan namun tidak menemukan narkoba—hanya timbangan kue dan plastik klip milik istrinya yang disita.
“Itu bukan barang terlarang, tapi tetap dijadikan barang bukti,” tegas Toni.
Malam harinya, sekitar pukul 21.00 WITA, Feri dibawa kembali ke depan rumah A. Di sana, polisi memintanya mengambil bungkusan yang disebut berisi sabu. Feri menolak. “Bukan miliknya. Polisi akhirnya mengambil sendiri barang itu,” kata Toni.
Tiga Syarat untuk Bebas
Setelah itu, Feri tidak langsung dibawa ke kantor polisi. Ia justru dibawa ke sebuah tempat di Jalan Komando, Sangatta Utara. Di sana, menurut Toni, Feri diberi tiga pilihan agar bisa bebas: menyediakan 1 kilogram sabu, menyerahkan nama bandar besar, atau mencarikan orang untuk dijadikan tersangka.
“Feri tentu tak mampu memenuhi permintaan itu. Akhirnya ia dibawa ke Polres dan diinterogasi hingga pukul empat pagi,” ungkap Toni.
Saksi Mati dan Bukti Tak Terlihat
Menurut Toni, banyak kejanggalan dalam proses hukum. Salah satunya adalah keberadaan sosok A—pedagang ayam—yang tak pernah dihadirkan sebagai saksi, padahal A adalah residivis kasus narkoba.
Dalam sidang, dua polisi bersaksi bahwa sabu berasal dari seseorang bernama Kahar. Namun, Toni menunjukkan bahwa Kahar telah meninggal dunia pada 5 Juni 2023, empat bulan sebelum penangkapan.
“Kahar adalah napi narkoba yang meninggal di Lapas Tarakan. Surat kematiannya lengkap, bahkan dilaporkan Radar Tarakan,” tegas Toni.
Ia juga mewawancarai warga sekitar TKP. Dari keterangan warga, hingga pukul 17.00 WITA tidak ada bungkusan mencurigakan di lokasi. “Kalau pukul lima tidak ada barang, bagaimana bisa pukul sembilan malam tiba-tiba ada?” ujar Toni.
Putusan Pengadilan dan Sejarah Kasus Lama
Meski membantah memiliki sabu, majelis hakim PN Sangatta tetap memutus Feri bersalah. Dalam putusan nomor 108/Pid.Sus/2024/PN SGT, hakim menyatakan Feri terbukti melanggar Pasal 112 ayat (2) UU Narkotika dan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsidair 1 bulan kurungan.
Dalam sidang, polisi menyebut Feri membuang sabu dari mobil. Dua paket sabu seberat 98,18 gram netto ditemukan di lokasi. Selain itu, polisi juga menyita timbangan digital, plastik klip, dan menemukan foto sabu dalam galeri ponsel Feri.
Versi Feri menyebut ia hanya ingin membeli ayam dan melarikan diri karena takut disergap orang tak dikenal bersenjata. Ia menolak semua tuduhan, dan menyebut barang bukti yang benar hanya milik istrinya.
Menariknya, ini bukan kali pertama Feri berurusan dengan kasus narkoba. Pada 2016, ia juga divonis 10 tahun penjara setelah polisi menemukan sabu di mobilnya saat ia mengantar penumpang ke Pelabuhan Samarinda.
Menurut Toni, pola kasusnya serupa. “Waktu itu juga aneh. Klien saya tinggal sebentar ke minimarket, begitu kembali sudah ada polisi dan sabu di asbak mobil,” ungkapnya.
Dua kali dituduh dalam kasus sabu, dua kali pula Feri menolak mengaku hingga akhir persidangan. “Karena memang bukan miliknya,” ujar Toni.
Menunggu Terbukanya Keadilan
Toni berharap laporan ke Mabes Polri bisa membongkar dugaan rekayasa yang menyeret kliennya. Bila terbukti, ia akan segera mengajukan PK ke Mahkamah Agung.
“Kejahatan pasti meninggalkan jejak. Saya yakin kebenaran akan terungkap,” pungkasnya.