apakabar.co.id, JAKARTA – Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang melibatkan pengusaha tambang berinisial S di Kalimantan Selatan sempat dilaporkan ke pihak Kepolisian.
Namun, laporan tersebut ternyata dicabut setelah tercapai perdamaian antara keluarga korban dan terduga pelaku.
Laporan kasus tersebut, yang terjadi pada 30 September 2024 di Banjarbaru, sebelumnya tercatat dengan nomor LI/B/394/X/2024/Reskrim dan diproses sesuai prosedur oleh Polresta Banjarbaru.
Kasatreskrim Polresta Banjarbaru, AKP Haris Wicaksono, mengonfirmasi bahwa meskipun laporan tersebut telah dicabut setelah perdamaian tercapai, proses hukum telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
“Iya benar, kasusnya ditindak lanjuti sesuai prosedur dan sudah ada perdamaian. Setelah perdamaian laporan dicabut oleh pelapor,” kata AKP Haris Wicaksono saat dikonfirmasi Via WhatsApp, Rabu (28/1).
Saat media ini menanyakan apakah laporan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak tersebut bisa dicabut lantaran adanya perdamaian?, AKP Haris Wicaksono tidak memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut.
Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Trisakti Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, menanggapi adanya perdamaian dan pencabutan laporan terhadap kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur tersebut.
Ia mengatakan tidak ada kasus kekerasan seksual yang boleh diselesaikan secara damai dan tidak diproses secara hukum karena akan bertentangan dengan undang-undang (UU).
“Kasus pidana itu tidak bisa dicabut dan didamaikan, yang bisa didamaikan itu kerugiannya sedangkan perbuatannya tetap harus diadili karena perbuatannya itu melanggar undang-undang, melanggar kepentingan umum. Jadi tidak bisa dihentikan,” Kata Abdul Fickar via WhatsApp, Rabu (28/01).
Abdul Fickar mengutip UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang menyatakan bahwa kasus kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan di luar proses peradilan, kecuali untuk pelaku anak.
“Kasus seperti ini harus tetap diproses, apapun yang terjadi,” ujarnya.
Lebih lanjut, pada pasal 76D UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, jo pasal 6 Ayat (1) jo pasal 7 UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menegaskan persetubuhan terhadap anak atau pelecehan seksual secara fisik terhadap anak, bukanlah delik aduan, tetapi delik biasa.
“Berpedoman pada kedua UU Perlindungan Anak dan UU TPKS tersebut, polisi dapat memproses informasi adanya kasus kekerasan seksual terhadap anak, tanpa harus menunggu adanya laporan dari pelapor atau korban kepada Polisi,” jelasnya.
“Bodoh itu, jika ada penegak hukum yang mendamaikan perkara pidana, untuk tidak dituntut. kecuali tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai delik aduan seperti pencemaran nama baik, penghinaan ini yang bisa dicabut. Tindak pidana lain apalagi kekerasan seksual tidak bisa didamaikan,” tegasnya.