Korupsi Laptop, JPPI: Tamparan Keras bagi Pendidikan Indonesia - apakabar.co.id

Korupsi Laptop, JPPI: Tamparan Keras bagi Pendidikan Indonesia

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024 Nadiem Makarim (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai pemeriksaan di Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (4/9/2025). Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sistem Chromebook di Kemendikbudristek dan ditaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 triliun. Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA – Penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan laptop untuk pendidikan menjadi tamparan keras bagi bangsa. Kasus ini bukan sekadar skandal biasa, melainkan bukti nyata bahwa gurita korupsi telah mencengkeram sektor pendidikan, yang seharusnya menjadi benteng moral dan fondasi peradaban bangsa.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai kasus ini memperlihatkan betapa rapuhnya integritas di sektor pendidikan. Uang negara yang semestinya digunakan untuk mendukung pembelajaran justru dijarah demi memperkaya segelintir orang. Dampaknya bukan hanya kerugian materi, tetapi juga pengkhianatan terhadap hak pendidikan anak-anak Indonesia.

Menurut Ubaid, skandal ini adalah bukti matinya nurani pejabat publik. “Korupsi ini bukan soal kerugian negara, ini bukti matinya empati di antara para pejabat. Bagaimana mungkin mereka tega merampok hak pendidikan anak-anak yang mestinya mereka lindungi?” ujarnya di Jakarta, Jumat (5/9).

Menurut JPPI, kasus ini mencerminkan krisis moral yang jauh lebih dalam. Pendidikan yang seharusnya melahirkan generasi berintegritas justru berpotensi menjadi inkubator koruptor. Jika lembaga pendidikan sendiri tidak bersih, mustahil berharap lulusannya mampu memimpin bangsa dengan bersih.

Ubaid menambahkan, “Selama ini, kita sibuk membangun infrastruktur dan mengembangkan kurikulum, tapi gagal membentengi moral para pihak di sektor pendidikan”. Akibatnya, mereka yang dididik bisa jadi merupakan orang-orang yang kelak menghancurkan bangsa.

Lebih jauh, JPPI mengingatkan agar proyek pengadaan serupa di tahun 2025 dan seterusnya mendapat pengawasan ketat. Jika tidak, bukan tidak mungkin kasus serupa terulang. Penegak hukum bersama masyarakat harus bersinergi dalam mengawal setiap rupiah anggaran pendidikan.

“Kita tidak boleh lengah. Setiap proyek harus diawasi dari sejak awal hingga akhirnya agar praktik korupsi tidak kembali berulang,” tegas Ubaid.

Atas kondisi ini, JPPI menuntut tiga langkah konkret. Pertama, usut tuntas tanpa pandang bulu. Kejaksaan Agung harus serius dalam mengusut semua pihak yang terlibat hingga ke akar-akarnya. Jangan biarkan kasus ini hilang seperti kasus korupsi lainnya.

Kedua, audit forensik seluruh proyek. Pemerintah bersama masyarakat sipil perlu melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh program Kementerian Pendidikan sejak tahun 2019 untuk membongkar praktik kotor.

Ketiga, reformasi menyeluruh. Transparansi dan akuntabilitas birokrasi pendidikan harus diperbaiki total, dengan melibatkan publik dalam pengawasan.

“Jika tidak, sektor ini akan terus menjadi lahan yang empuk bagi koruptor,” kata Ubaid.

JPPI menegaskan akan terus mengawasi penegakan hukum dan memastikan kejahatan terhadap pendidikan ini tidak akan pernah dilupakan. Kasus ini menjadi peringatan bahwa tanpa integritas, pendidikan hanya akan melahirkan generasi yang mewarisi budaya korupsi, bukan peradaban yang bermartabat.

250 kali dilihat, 251 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *