Mendengar Paparan Komisi II, Mendagri Sepakat Sistem Pemilu Perlu Dikaji Ulang

Mendagri Tito Karnavian saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/5/2024). Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA – Komisi II DPR RI mengusulkan agar pemilihan umum (Pemilu) dikaji ulang mengingat masih ditemukannya politik transaksional hingga di tingkat bawah. Hal itu telah menimbulkan preseden buruk di masyarakat.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengaku sepakat dengan usulan Komisi II DPR bahwa sistem pemilu perlu direvisi setelah mendengarkan pembahasan rapat evaluasi pemilu bersama DPR.

Menurut Tito semua masukan dari para Anggota Komisi II DPR RI terkait evaluasi pemilu itu akan dicatat dan menjadi masukan bagi pihaknya untuk nantinya dikaji bersama para ahli dengan kajian ilmiah.

“Intinya kami sependapat agar ada desain ulang untuk sistem kepemiluan, belajar dari pemilu sebelumnya. Yang baik kita pertahankan, yang buruk kita perbaiki,” ungkap Tito di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/4).

Tito menjelaskan dinamika proses demokrasi yang terjadi sejauh ini adalah pengaruh dari proses politik pasca-Reformasi 1998. Menurutnya bangsa ini telah memilih untuk menjalankan sistem demokrasi liberal, namun sistem itu dinilai kurang baik jika diterapkan di negara yang mayoritas masyarakat menengah ke bawah.

Untuk itu, ia pun menjelaskan bahwa Kemendagri ke depannya bakal menggelar sejumlah forum diskusi terkait permasalahan sistem kepemiluan. Hal itu diperlukan untuk mendapatkan koreksi yang akan menjadi masukan.

Selain itu, Tito membeberkan perbaikan sistem tersebut melalui RUU jangan sampai bersifat kejar tayang dan dampaknya justru kurang baik terhadap bangsa. Terlepas dari berbagai persoalan yang ada, Kemendagri, kata Tito, berpandangan bahwa Pemilu 2024 yang digelar pada 14 Februari itu telah berjalan dengan aman dan kondusif.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia tak menampik bahwa dirinya mendengar isu terkait adanya politik transaksional hingga tingkat bawah. Hal itu, menurutnya timbul karena adanya preseden dari tingkatan di atasnya.

“Itu semuanya bisa karena sebab akibat, perilaku menyimpang, soal transaksional, berarti ada kebutuhan,” kata Doli.

720 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *