apakabar.co.id, JAKARTA – Enam polisi di Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, terbukti positif narkoba. Sanksinya? Cuma disuruh salat dan ikut apel. Publik ramai-ramai mengecam. Para pakar menilai hukuman ini ringan dan tak prosedural.
Menanggapi polemik itu, Kapolres HST AKBP Jupri Tampubolon menegaskan bahwa sanksi yang dijatuhkan belum final. Proses hukum terhadap keenam anggota Polsek itu, katanya, masih berjalan.
“Sudah kami buatkan laporan polisi, dan proses internal juga sedang berjalan,” ujar Jupri, Rabu (28/5), didampingi Kasubsi PIDM Sihumas Aipda Husaini.
Jupri menyebut keenam anggota yang terlibat telah ditarik dari Polsek ke Polres. Mereka kini dibina dan diawasi selama 24 jam. Proses etik dan disiplin masih disiapkan. “Nanti bisa sampai sidang KKEP [Komisi Kode Etik Polri] dan hukuman disiplin,” ujarnya.
Soal sanksi hukuman salat dan apel pagi, Jupri mengeklaim punya pendekatan lain agar mereka jera. Para pelanggar diminta juga menelepon istri dan orang tua untuk meminta maaf agar menumbuhkan kesadaran yang lebih melekat.
“Supaya mereka sadar dan malu. Tapi bukan berarti hukuman berhenti di situ,” katanya.
Sebelumnya, keenam polisi ini dikenai sanksi pembinaan sosial selama 14 hari. Mereka wajib apel pagi dan siang, salat lima waktu di musala, dan olahraga tiga kali sehari.
Seluruh kegiatan dilakukan di bawah pengawasan langsung Kapolres dan Wakapolres, lengkap dengan helm dan ransel seperti siswa pendidikan.
Sekadar tahu, kasus ini mencuat usai penangkapan Briptu Mahdi, anggota Polsek Limpasu, oleh BNNP Kalsel. Ia ditangkap membawa 500 gram sabu di sebuah rumah makan di Jalan Bintara, Barabai, 29 April 2025.
Briptu Mahdi sempat dilumpuhkan dengan tembakan. Hingga kini, jaringan dan pemodal di balik bisnis sabu ini masih diburu BNN dan Polda Kalsel.
Rawan Konflik Kepentingan
Sanksi “ringan” kepada enam anggota Polres HST itu menuai sorotan tajam. Bambang Rukminto, analis kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), menyebut prosesnya tak sesuai prosedur.
“Harusnya sidang etik digelar di Polda, bukan keputusan sepihak Kapolres,” kata Bambang saat dihubungi, Senin (26/5).
Menurutnya, sidang di tingkat Polres rawan konflik kepentingan dan jauh dari objektivitas. Hukuman 14 hari pembinaan sosial dianggap tidak cukup.
“Walau hanya pengguna, sanksi seperti demosi atau penurunan pangkat harus tetap diberikan sebagai efek jera,” lanjutnya.
Ia juga mendorong Propam atau Irwasum Polri turun tangan. Bahkan, menurutnya, Kapolda Kalsel sebagai atasan hukum (ankum) wajib meninjau ulang keputusan tersebut.
“Kalau keputusan etik hanya diambil kapolres tanpa sidang KKEP, ini sudah masuk kategori abuse of power,” tegasnya.
Bambang menyebut sanksi sosial itu cuma seremonial. “Kelihatan seperti hukuman, padahal tidak menimbulkan efek jera sama sekali,” tandasnya.
Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Pol Adam Erwindi menjelaskan perihal salat dan apel yang hanya dijadikan hukuman.
“Tidak seperti itu, proses [etik] akan tetap berjalan. Kalau bintara bisa dilaksanakan di Polres, kalau perwira menengah di Polda, dan ke atasnya di Mabes,” kata Adam, Rabu (28/5).
Kapolda, kata Adam, menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi anggota yang melanggar hukum, terlebih jika terkait penyalahgunaan narkoba.
“Ini menjadi peringatan keras bagi seluruh personel agar selalu menjaga integritas dan ketaatan terhadap hukum,” ujarnya.
“Dengan penindakan tegas kepada anggota yang melakukan pelanggaran membuktikan bahwa Polri Polda Kalsel pada umumnya tidak pandang bulu dalam proses hukum, karena masih banyak anggota yang berprestasi dan melakukan kebaikan bagi masyarakat,” tambahnya.
Pernyataan ini, kata Adam, disampaikan untuk mencegah kesalahpahaman bahwa keenamnya hanya dihukum salat dan apel saja. “Masyarakat diharapkan tidak salah tanggap. Setiap pelanggaran akan ditindak tegas tanpa pandang bulu, termasuk bagi oknum kepolisian,” pungkasnya.
Sementara itu Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen (Purn) Ida Oetari memandang perlu para polisi ini mendapat pembinaan lebih. “Mustinya direhabilitasi kalau mereka terbukti sebagai pengguna,” jelasnya.