apakabar.co.id, PASER – Sejumlah truk hauling batu bara diam-diam beroperasi lagi setelah tragedi Muara Kate. Diduga berasal dari tambang koridoran di perbatasan Kalimantan Timur-Kalimantan Selatan.
Rute mereka kini berubah setelah konflik sosial pecah di Muara Kate dan merenggut nyawa, Russell (60). Mereka putar haluan dari semula Kaltim kini melewati Kalsel.
Setidaknya sejak Sabtu tadi malam (11/1), sejumlah truk berpelat KT terpantau menyeberangi Gunung Halat, perbatasan Kaltim-Kalsel.
Melintas di atas jalan negara, mereka bertolak menuju sebuah pelabuhan yang ada di Bumi Lambung Mangkurat, sebutan Kalsel.
Ada ribuan ton batu bara yang terendus hendak dipasok lewat konvoi truk-truk pengangkut ’emas hitam’ ini.
Lihat postingan ini di Instagram
Informasi didapat media ini sejak tadi malam atau setelah warga menerima salinan surat jalan angkutan batu bara dari PT BBB.
Truk-truk perusahaan ini diduga mengangkut batu-bara dari konsesi milik perusahaan pemegang izin tambang khusus (PKP2B) PT Interex Sacraraya.
“Ini batu bara [diduga] dari tambang koridoran,” jelas salah seorang warga Paser yang mengetahui praktik ilegal ini, tadi malam.
Interex sebenarnya memiliki izin aktif sampai 2036. Namun begitu warga tak tahu jika raksasa tambang ini sudah beroperasi.
“Yang kami tahu mereka tidak aktif. Infrastruktur hauling saja belum punya,” sambungnya.
Dari salinan surat jalan berkop PT BBB, lokasi pelabuhan tujuan disebut dengan ‘Rodjer 94’. Kode ini merujuk sebuah pelabuhan di Kalsel.
Masih mengutip surat jalan, perkiraan batu bara yang diangkut truk-truk ini mencapai 4.000 ton. Surat jalan itu bertarikh 10 Januari 2025.
Tak hanya salinan surat. Di waktu yang sama, media ini juga menerima video yang menunjukkan sebuah truk tengah mengangkut batu bara. Setelah diverifikasi, truk itu sedang melintasi jalan negara di kawasan Gunung Halat perbatasan Kalsel-Kaltim.
Media ini sudah mengontak Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Pol Adam Erwindi. Namun tak ada respons.
Konvoi Truk
Puluhan truk berjejer memenuhi ruas jalan Tabalong menuju Balangan sejak tadi pagi, Minggu (12/1). Sebagian besar berpelat KT (kode nomor polisi Kaltim).
Kemunculan truk-truk ini juga dikonfirmasi oleh salah satu pengguna jalan di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, sebut saja Yuni.
“Kami merasa waswas saat berpapasan dengan truk-truk ini, baru 30 menit yang lalu,” kata Yuni yang melintas menggunakan mobil pribadi dihubungi apakabar.co.id sekitar pukul 11.00 Wita.
Truk-truk ini konvoi mengular memenuhi jalan nasional yang seluas sekira 5 meter itu. Belasan truk juga terlihat singgah di warung-warung makan tepi jalan. Sebagian lain hanya terparkir di tepi jalan setelah mengalami pecah ban diduga karena kelebihan muatan.
“Jumlahnya mungkin sampai 50-an, pokoknya puluhan,” jelas Yuni.
Dia baru tahu truk-truk ini mengangkut batu bara setelah terpal penutup bagian belakang sejumlah truk tersingkap.
“Isinya batu bara semua,” jelasnya lagi.
@kabarinlah #CapCut ♬ Gang Life Anthem – Dutrex
Yuni kemudian bertanya-tanya mengapa truk-truk ini bebas melintas
“Kami merasa was-was dengan keberadaan truk truk besar ini,” jelas Yuni.
Jika Kaltim memiliki Perda Nomor 10 Tahun 2012, serupa Kalsel punya Perda nomor 3 tahun 2008 yang melarang truk hauling melintasi jalan negara. Salah satu penggagasnya adalah Anang Rosadi Adenansi, anggota DPRD Kalsel periode 2004-2009.
Ia pun menyayangkan melihat tumpulnya penindakan terhadap truk-truk batu bara ini. “Perda ini macan di atas kertas saja,” kata Anang dihubungi apakabar.co.id, Minggu siang (12/1).
Sudah jelas, kata dia, bahwa mereka tidak boleh melintas kecuali di jalan hauling. Harusnya truk-truk ini ditangkap dan ditilang.
“Kami ketika membuat Perda ini untuk menyelamatkan rakyat dari risiko kecelakaan, kerusakan jalan, dan lingkungan, jelas ketua Gerakan Jalan Lurus Kalsel ini.
Menurutnya gampang sekali jika aparat dan pemerintah mau bertindak. Di antaranya melakukan pendataan, mewajibkan pemasangan GPS, dan terakhir barulah penindakan.
Jika aparat tak mampu bertindak, ia berharap warga tak diam saja. “Minimal sekali viralkan setiap aksi ilegal ini,” jelasnya.
Diduga Ilegal
Ya, meski kembali beroperasi hauling truk batu bara tetap tidak lagi melewati Muara Kate. Sebab masih derasnya penolakan warga di sana.
“Tidak lewat Muara Kate. Truk-truk dari Interex ini keluar di [kawasan] Tiwaw menuju Kalsel,” jelas Leo, bukan nama sebenarnya, seorang warga Muara Kate.
Media ini sudah mengontak Kapolda Kaltim Inspektur Jenderal Nanang Avianto. Pun Kasat Reskrim Polres Paser Ajun Komisaris Polisi Helmi Saputro. Namun sampai berita ini tayang, tak ada respons.
PT BBB diduga beroperasi secara ilegal. Mereka diduga menggarap lahan adat milik salah seorang tokoh masyarakat. Lokasinya berjarak 13 kilometer dari Muara Kate yang menjadi lokasi pembunuhan Russell.
Konsesi tambang Interex mencakup dua provinsi sekaligus. Membentang luas dari kawasan hulu Sungai Uya di Kalsel hingga Sungai Kandilo di Kaltim.
Namun areal tambang mereka, kata warga ini, lebih banyak masuk di wilayah Kaltim.
“Tapi karena warga Muara Kate menolak. Sekarang pelabuhan yang mereka tuju adalah Kalsel,” jelasnya.
Walau tak melewati Muara Kate, kabar kembali beroperasinya truk batu bara di atas jalan negara mengagetkan warga.
“Kami juga kaget kenapa tiba-tiba berani hauling walau ke arah Kalsel,” kata Leo.
Ia meminta aparat dan pemerintah segera turun tangan melakukan penindakan agar konflik tak meluas.
Pembunuhan Russell sendiri diduga kuat ada hubungannya dengan aksi warga Muara Kate menolak hauling.
“Kami masih berduka apalagi pelaku belum tertangkap,” jelasnya.
Dulu, sebelum kematian Russel, kata dia, PT BBB sempat melakukan hauling ke Desa Rangan. Desa ini menjadi sentra pelabuhan distribusi batu bara dari Kaltim di bagian selatan.
Namun setelah derasnya penolakan warga di Muara Kate, perusahaan ini ikut menyetop operasinya. Mereka tak lagi berani melintasi perbatasan menuju Rangan melalui Kaltim.
“Sama seperti perusahaan lain, mereka sempat setop beroperasi di jalan nasional,” kata Leo.
Beberapa kali perwakilan dari PT BBB juga sempat mendatangi posko warga penolak hauling di Muara Kate.
Mereka, kata sumber ini, meminta agar diperbolehkan lagi oleh warga melintasi Muara Kate untuk mengangkut batu bara.
“Kami tolak. Apalagi setelah kami minta menunjukkan izin perusahaannya, mereka tidak bisa,” jelasnya.
Bentuk Ditjen Gakkum
Terpisah, kuasa hukum warga Muara Kate, Pradarma Rupang menyesalkan lemahnya pengawasan aparat.
“Praktik ugal-ugalan hauling sudah memakan korban jiwa. Aparat harus berhenti bermain-main,” kata mantan Dinamisator Kaltim ini, Minggu pagi (12/1).
Rupang kemudian mendesak agar Kementerian ESDM segera membentuk Direktorat Penindakan Hukum.
“Kalimantan itu darurat tambang ilegal. Lubang tambang telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa,” jelas dia.
Catatan Jatam, sudah 46 nyawa warga berakhir di lubang tambang.
“Belum lagi penggunaan jalan umum yang mengancam keselamatan publik pengguna jalan,” sambung Rupang.
Rupang pun kembali menagih keseriusan Kementerian ESDM menindak tegas mafia tambang ilegal.
“Segera lakukan,” jelasnya.
Pembunuhan Russell
Pembunuhan kakek Russell terjadi pada 15 November atau sebulan setelah warga Muara Kate mendirikan posko anti-hauling.
Di posko yang meminjam rumah RT setempat ini, siang-malam warga bergantian berjaga. Mereka bertekad menghalau setiap truk batu-bara dari Kalimantan Selatan.
Pagi buta itu, Russel dan Anson sedang terlelap usai berjaga. Tiba-tiba saja orang tak dikenal datang. Mereka membawa sajam, menggunakan masker, dan menumpangi sebuah mobil.
Sejurus itu mereka menikam keduanya yang sedang tertidur di teras muka rumah. Luka tusuk selebar 15×8 centimeter di leher membuat nyawa kakek Russell tak tertolong.
Gerakan menolak hauling meluas setelah pendeta Veronika tewas tertindih truk batu bara, akhir Oktober 2024. Sebelum Veronika seorang ustaz bernama Teddy juga tewas. Pemuda satu ini ditabrak lari diduga oleh truk batu bara.
Truk-truk pengangkut emas hitam mayoritas berasal dari PT Mantimin Coal Mining (MCM). Konsesi raksasa tambang satu ini mencapai seluas 5 ribu ha mencakup dua kabupaten di Kalsel. Mereka memilih melintasi Muara Kate demi memasok hasil tambang ke Desa Rangan di Kabupaten Paser, ketimbang harus ke Banjarmasin dan sekitarnya.