apakabar.co.id, SOLO – Koordinator Tim Hukum Merah Putih (THMP), C. Suhadi SH MH, merespon keras delapan tuntutan yang disampaikan Forum Purnawirawan Prajurit TNI baru-baru ini.
Dalam penilaiannya, surat pernyataan sikap yang ditandatangani ratusan purnawirawan jenderal itu tidak mewakili institusi resmi dan lebih mencerminkan kepentingan politik pribadi sekelompok individu.
Delapan tuntutan tersebut antara lain mendesak kembalinya UUD 1945 versi asli, menolak pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), hingga meminta penggantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka melalui MPR karena dinilai terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial.
Forum ini menolak proyek-proyek strategis nasional yang dinilai merugikan rakyat dan lingkungan serta menyerukan penghentian tenaga kerja asing asal Tiongkok.
Di antara penandatangan adalah Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi dan Tyasno Soedarto, Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal (Purn) Hanafie Asnan. Surat ini juga disebut diketahui oleh Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.
Namun, THMP menilai kelompok ini tidak memiliki legitimasi organisasi formal karena tidak mewakili institusi purnawirawan TNI secara resmi.
“Kalau saya mencermati, mereka ini tidak membawa wadah organisasi. Ini murni bersifat personal dan subjektif,” tegas Suhadi saat dikonfirmasi, Senin (5/5).
Ketua Umum Negeriku Indonesia Jaya (Ninja) ini juga menyebut bahwa banyak purnawirawan dari tiga matra TNI—darat, laut, udara—yang secara resmi tetap mendukung pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, sesuai sumpah prajurit dan Sapta Marga.
Advokat yang banyak malang melintang menangani berbagai kasus tersebut juga menyentil bahwa sebagian Jenderal yang turut menandatangani tuntutan adalah tokoh-tokoh yang sebelumnya berada di barisan pendukung pasangan calon lain pada Pilpres 2024.
Untuk itu, dalam penilaiannya, tuntutan tersebut lebih didorong oleh kekecewaan karena pasangan yang mereka dukung kalah dalam kontestasi.
“Sebetulnya mereka ini adalah bagian dari barisan sakit hati. Dan gerakan mereka tidak bisa dianggap sebagai suara resmi purnawirawan secara keseluruhan,” tandasnya.
Menurutnya, tuntutan kedelapan terkait penggantian wakil presiden sangat kental nuansa politiknya.
Dia menyebut bahwa tuntutan lainnya hanya sebagai “pemanis” untuk mengaburkan agenda utama yakni ingin memakzulkan Wapres Gibran Rakabuming Raka melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
“Yang penting sebenarnya bukan soal UUD atau proyek nasional, tapi targetnya adalah menjatuhkan legitimasi Wapres Gibran,” jelas Suhadi.
Pengacara yang memiliki segudang pengalaman ini juga menilai tudingan terhadap Gibran terkait batas usia pencalonan tidak berdasar. Dia mengungkapkan bahwa prosesnya telah sah dan sesuai mekanisme hukum.
“Permohonan batas usia itu bukan diajukan oleh Gibran. MK sudah memutus, dan putusan MK itu bersifat final dan mengikat,” terangnya.
Suhadi juga menjelaskan bahwa setelah putusan MK, DPR, KPU, dan lembaga-lembaga terkait telah mengikuti prosedur hukum yang berlaku sebelum Gibran resmi mendaftar sebagai cawapres.
Dia menyayangkan adanya narasi yang mencoba mendeligitimasi pasangan terpilih Prabowo-Gibran menyalahi aturan MK dan kekuasaan hakim, padahal pasangan ini telah memperoleh dukungan rakyat secara sah.
“Sebanyak 58 persen suara rakyat adalah legitimasi yang sangat kuat. Ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi harus diakui bahwa rakyat sudah memutuskan,” kata Suhadi.
Lebih lanjut, praktisi hukum ini juga membela kapasitas Gibran sebagai wakil presiden terpilih. Menurutnya, Gibran telah menunjukkan kemampuan baik saat menjadi Wali Kota Solo, termasuk saat menangani forum internasional dan urusan diplomatik.
“Rekam jejaknya jelas. Sebelum jadi Wapres pun sudah dipercaya mewakili negara di berbagai forum global. Masa iya, cuma karena soal usia atau stereotip, lalu dianggap tidak mampu?” urainya.
Perihal polemik ini, Suhadi mengajak semua pihak untuk berhenti menggulirkan narasi-narasi destruktif dan mulai mendukung pemerintahan baru yang telah dilantik.
Suhadi kembali menegaskan bahwa pemerintah harus tetap fokus pada agenda pembangunan tanpa terpengaruh tekanan dari kelompok kecil yang sarat kepentingan pribadi.
“Mari kita lihat ke depan. Pemilu sudah selesai. Kini saatnya semua elemen bangsa bersatu demi Indonesia,” paparnya.