NEWS

DPR Usul RUU Pekerja Gig untuk Kepastian Pekerja Lepas

Ilustrasi buruh atau pekerja. Foto: Reuters
Ilustrasi buruh atau pekerja. Foto: Reuters
apakabar.co.id, JAKARTA - Wakil Ketua V DPR RI Syaiful Huda mengusulkan secara inisiatif Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja Gig untuk memberi kepastian hukum terhadap pekerja lepas, menjamin hak dasar seluruh pihak yang terlibat, serta menciptakan hubungan kerja yang lebih setara.

Secara umum, dia mengatakan bahwa RUU Pekerja Gig mengatur hak dan kewajiban dalam hubungan pekerja yang tidak diatur oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan. Salah satu poin penting dalam RUU Pekerja Gig ini adalah adanya jaminan penghasilan bersih bagi mitra pekerja.

"Jadi nanti entitas pemberi kerja wajib menjamin kompensasi minimum yang menjadi penghasilan bersih bagi pekerja jika memenuhi syarat tertentu,” kata Syaiful di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (13/11).

Sejauh ini, dia mengategorikan ada 10 layanan yang masuk kategori pekerja gig dalam RUU tersebut. Adapun 10 layanan tersebut adalah bidang transportasi, pemeranan, kegiatan film, musik, estetika, penerjemahan, jurnalisme, perawatan dan pengobatan, perawatan paliatif, fotografi dan videografi.
Rincian jenis-jenis pekerjaanya, yakni meliputi pengemudi berbasis aplikasi, kurir, aktor/aktris, kru film, penyanyi, musisi, komposer, penulis lirik, penata rias, penata rambut, penata gaya, juru bahasa isyarat, penerjemah, transkriber, jurnalis lepas, koresponden, konten kreator, YouTuber, podcaster, hingga fotografer dan videografer.

“Selama ini terjadi kekosongan hukum dalam mengatur hubungan kerja di sektor Gig. Undang-Undang Ketenagakerjaan yang ada masih berbasis sistem kerja konvensional sehingga tidak mengakomodasi model kerja baru yang mayoritas berbasis platform digital,” kata dia.

Regulasi itu, kata dia, diharapkan dapat memberikan jaminan penghasilan bersih, akses jaminan sosial komprehensif (BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan), serta kepastian keselamatan dan kesehatan kerja bagi para pekerja.

“RUU ini tetap mempertahankan fleksibilitas model kemitraan independen yang menjadi ciri khas sektor Gig, namun di sisi lain mewajibkan pemberi kerja atau platform memberikan perlindungan setara dengan hubungan kerja tradisional,” kata dia.
Menurut dia, RUU itu akan didorong untuk masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dalam waktu dekat. Dia mengatakan bahwa RUU itu juga disusun untuk memperjelas hubungan kerja antara pekerja yang disebut mitra oleh pemberi kerja, salah satunya yakni ojek online.

Terlebih lagi, kata dia, saat ini jumlah pekerja yang masuk ke dalam kategori pekerja gig di Indonesia itu tidak sedikit. Di samping itu, negara-negara lain juga sudah mengesahkan undang-undang yang melindungi pekerja gig.

"Karena itu, diperlukan satu undang-undang khusus agar sektor usaha ini dapat berkembang secara sehat dan menjadi lini bidang kerja baru yang menopang pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Huda.