NEWS
Krisis Solar di Balikpapan Kian Parah, Sopir Truk Terjebak Berhari-hari
apakabar.co.id, JAKARTA - Kelangkaan solar bersubsidi di Balikpapan berubah menjadi krisis berkepanjangan yang kini melumpuhkan mobilitas sopir truk pengangkut logistik. Kondisi ini diakibatkan adanya pembatasan distribusi 120 liter per hari dan hanya tersedia di dua SPBU, yakni Kilo 13 dan Kilo 15 yang melayani solar.
Daeng, sopir truk yang biasa mengangkut logistik ke Berau dan Malinau, mengaku harus menghabiskan hampir separuh pekan hanya untuk memastikan kendaraannya bisa berangkat.
“Soalnya kalau kami masuk dua kali di hari yang sama, izin kami bisa mati, bakalan diblokir barcodenya. Jadi sehari semalam ya dapatnya sekali dan lokasi pengisian di sini aja,” jelasnya, Minggu (16/11).
Karena tangki tidak bisa penuh dalam satu kali pengisian, sopir kembali mengantre untuk hari berikutnya. Antrean truk pun mengular sepanjang bahu jalan setiap hari. Sopir lain mengaku antre dari malam hingga pagi hanya untuk mendapatkan jatah solar.
“Karena ini tidak bisa sekali pengisian langsung penuh. Jadi kami mengantre mulai malam dan paginya baru dapat, nanti waktu keluar kami ngantre lagi ke belakang untuk besok, makanya antrean truk selalu panjang,” ujarnya.
Untuk perjalanan tiga hari menuju Berau atau Malinau, sopir membutuhkan empat kali
pengisian penuh. Saat menunggu antrean, banyak sopir menumpang istirahat dan mandi di
warung atau rumah warga di sekitar SPBU.
Menurut Daeng, kebijakan yang hanya membuka dua titik distribusi solar membuat antrean tak kunjung terurai. Para sopir berharap pemerintah membuka kuota solar di lebih banyak SPBU agar waktu kerja tidak habis di jalan menunggu bahan bakar.
Meski Pertamina dan Polda Kaltim melakukan pengawasan, para sopir menilai masalah tetap berjalan tanpa solusi jelas. “Tiap hari, Polda sama Pertamina melakukan pengawasan. Tapi mengapa belum ada solusi?” tanyanya.
Mereka juga menyayangkan sikap pemerintah daerah yang dianggap tidak hadir dalam mengatasi persoalan ini. “Mending mereka ngurusin perutnya sendiri daripada perut rakyat. Coba lihat penderitaan rakyat. Mana ada yang urus,” timpal seorang sopir lainnya, Rizal.
Daeng menambahkan sebelumnya solar tersedia di SPBU Gunung Malang, Kebun Sayur, dan Batakan. Namun setelah kuotanya dicabut, antrean terpusat di Kilo 13 dan Kilo 15. Ia menilai Balikpapan sebagai kota industri semestinya memiliki pasokan solar yang memadai.
Ia juga mengkritisi ironi Balikpapan sebagai Kota Minyak yang justru kekurangan solar. Kapal tanker keluar masuk membawa solar ke luar daerah, sementara sopir lokal kesulitan mendapat pasokan untuk bekerja.
Ia menyebut Kalimantan yang kaya batu bara dan minyak sawit mestinya mampu mengembangkan alternatif bio solar. Para sopir menduga ada permainan dalam pendistribusian yang menyebabkan masalah ini berlarut.
“Padahal apa kekurangannya Kalimantan? kaya Batu Bara dan minyak sawit. Minyak sawit kan bisa jadi biosolar kalau menurut Prabowo, tapi ini tidak ada solarnya karena ini permainan,” tutupnya.
Diwartakan sebelumnya, kondisi ini sudah terjadi berbulan-bulan. Keluhan ini sejatinya sudah didengar dan diteruskan oleh anggota Komisi Energi DPR RI, Syafruddin kepada Direktur Pertamina Patra Niaga.
"Saya barusan hubungi GM [General Manager] Patra Kaltimtara katanya memang terkendala jumlah SPBU yang menyediakan solar terbatas di Balikpapan sehingga harus ada opsi penambahan," jelasnya, Senin (17/11).
Editor:
RAIKHUL AMAR
RAIKHUL AMAR
