EKBIS

NEXT Indonesia Ingatkan Tata Kelola Ekspor Emas Perlu Ditingkatkan

Petugas menunjukkan emas Antam di Butik Antam Pulo Gadung, Jakarta, Selasa (14/3/2023). Harga emas PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. mengalami kenaikan menjadi Rp1,064 juta per gram pada Selasa (14/3) dari harga Senin (13/3) Rp1,054 juta per gram dan harga ak
Petugas menunjukkan emas Antam di Butik Antam Pulo Gadung, Jakarta, Selasa (14/3/2023). Harga emas PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. mengalami kenaikan menjadi Rp1,064 juta per gram pada Selasa (14/3) dari harga Senin (13/3) Rp1,054 juta per gram dan harga ak
apakabar.co.id, JAKARTA - NEXT Indonesia Center mengingatkan agar rencana pemerintah memberlakukan bea keluar terhadap ekspor komoditas emas harus diiringi dengan perbaikan tata kelola ekspor, sehingga nilai manfaat yang diperoleh lebih maksimal. Dengan demikian, pemerintah tidak hanya dapat bonus penerimaan negara, tetapi juga menjaga stabilitas pasokan di dalam negeri.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengungkapkan bakal menerapkan bea keluar pada kegiatan ekspor emas mulai tahun 2026. Tarif yang dikenakan beragam, yakni 7,5-15%. Semakin banyak proses pengolahan yang dilakukan, maka tarifnya makin rendah. Bahkan untuk yang sudah jadi perhiasan, justru tidak dikenakan bea.

Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center Christiantoko mengingatkan, kalau pemerintah ingin mendapatkan penerimaan maksimal dari perdagangan ekspor emas, tata kelolanya juga perlu diperbaiki. Selama ini, katanya, banyak ekspor yang diduga bocor.
Dari hasil kajian NEXT Indonesia Center, lanjutnya, saat ini ada lima mitra dagang utama Indonesia dalam ekspor emas dengan kode HS 7108. Dalam 10 tahun terakhir, yakni 2015-2024, jika dilihat dari nilai kumulatif ekspor maka Singapura ada di urutan teratas dengan total ekspor US$7,1 miliar. Selanjutnya diikuti oleh Swiss (US$2,7 miliar), Hong Kong (US$2,6 miliar), Australia (US$591 juta), dan Thailand (US$374 juta).

“Dari transaksi ekspor dengan negara-negara tersebut, Indonesia kehilangan potensi pendapatan yang besar akibat adanya misinvoicing atau dugaan manipulasi faktur ekspor,” ujar Christiantoko di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Ambil contoh dengan Swiss, negara yang menjadi jantung pergerakan emas dunia sekaligus produsen perhiasan terkemuka. Pada 2015, negara tersebut mencatat ada impor emas senilai US$405 juta dari Indonesia. Namun, Indonesia mencatat nihil alias tidak ada ekspor ke negara tersebut.

“Itu yang biasa dikenal dengan under-invoicing ekspor. Catatan kita lebih rendah dibandingkan catatan negara mitra,” tutur Christiantoko.
Secara kumulatif dalam 10 tahun (2015-2024), dalam transaksi perdagangan dengan Swiss, ada selisih pencatatan sekitar US$1,3 miliar. Pada periode itu, Indonesia hanya mencatat ekspor ke Swiss senilai US$2,7 miliar. Sedangkan Swiss mencatat impor komoditas yang sama dari Indonesia sekitar US$4,0 miliar.

Akibat catatan eksportir Indonesia lebih rendah, maka penerimaan yang dibukukan perusahaan pun tidak sesuai dengan seharusnya. Akibatnya, pajak penghasilan final yang ditagihkan bisa lebih rendah dari semestinya.

“Karena itulah, bersamaan dengan rencana pengenaan bea keluar untuk ekspor emas, tata kelolanya juga perlu diperbaiki agar bisnis komoditas emas lebih sehat, dan penerimaan negara menjadi maksimal,” tegas Christiantoko.

Jangan Lupa Tujuan Utama Bea Keluar

Kendati demikian, Christiantoko juga mengingatkan, tujuan utama dari kebijakan bea keluar terhadap barang ekspor termasuk emas, bukan semata-mata meningkatkan penerimaan negara. “Penerimaan itu hanya bonusnya saja,” katanya.

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar terhadap Barang Ekspor mengungkapkan ada empat tujuan dari kebijakan bea keluar. Pertama, menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri.
Tujuan tersebut, ungkap Christiantoko, memiliki relevansi yang kuat dengan kebijakan strategis yang sedang dijalankan pemerintah, yakni hilirisasi komoditas pertambangan. Dengan demikian, melalui kebijakan bea keluar untuk ekspor emas, pasokan bahan baku di dalam negeri tetap tersedia dan lebih aman.

Tujuan kedua sesuai regulasi, bea keluar dimaksudkan untuk mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis. Sedangkan ketiga, demi menjaga stabilitas harga komoditas tertentu di dalam negeri. “Kita lihat belakangan ini harga emas murni di dalam negeri mengalami lonjakan yang tidak sehat, sehingga berpotensi menjadi ajang spekulasi,” ujar Christiantoko.

Dia juga mengingatkan, tujuan keempat dari bea keluar seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008, yaitu melindungi kelestarian sumber daya alam. “Kalau ekspor mentah dibiarkan terus, nanti kegiatan penambangannya bisa ugal-ugalan, sehingga mengancam kelestarian lingkungan hidup,” paparnya.