UMKM Tertekan Larangan Jual Produk Tembakau Alternatif di Medsos

Penjual menata rokok elektrik di salah satu toko di Pekayon, Jakarta Timur, Selasa (27/12/2022). Pakar menilai produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin memiliki potensi besar untuk membantu menurunkan prevalensi merokok secara global karena menerapkan pendekatan pengurangan bahaya tembakau. Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menilai pelaku UMKM tertekan dengan kebijakan larangan menjual produk tembakau alternatif di media sosial. Kebijaka tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.

Sekretaris Jenderal APVI Garindra Kartasasmita menerangkan industri produk tembakau alternatif merupakan industri kecil yang mayoritas pelaku usahanya tergolong UMKM dan berbasis komunitas.

“Dengan adanya larangan menjual di media sosial, maka semakin mempersempit ruang pelaku usaha untuk mengedukasi konsumen,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (14/9).

APVI menilai banyak pasal-pasal di dalam PP 28/2024 maupun aturan turunannya, Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang patut dipertanyakan.

Baca juga: UMKM Cokelat Asal Bali Tembus Pasar Ekspor AS

Salah satu pasal PP 28/2024 yang berpotensi semakin mengancam kelangsungan industri tersebut adalah ketentuan larangan menjual produk tembakau alternatif di media sosial.

Di samping itu, RPMK yang masih berupa rancangan juga memuat ketentuan kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau dan rokok elektronik. Keduanya dinilai memberatkan bagi pengusaha kecil dan menengah.

Mengutip PP 28/2023 pada Pasal 434 Ayaf F disebutkan bahwa “Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial”.

Baca juga: PT Pos Indonesia Bidik 3 Juta UMKM pada 2024

“Dengan pasal-pasal yang ada justru semakin lebih berat karena kami menggunakan media sosial untuk mengedukasi konsumen dewasa. Produk kami memenuhi unsur edukasi, tetapi kalau dilarang beriklan bagaimana kami bisa memerangi produk ilegal?” ungkapnya.

Lebih lanjut, kata dia, perilaku konsumen produk tembakau alternatif memiliki karakteristik tersendiri. Oleh sebab itu, penggunaan media sosial menjadi instrumen yang penting bagi pelaku usaha untuk menjangkau konsumen dewasa guna mendorong pertumbuhan bisnis.

“Konsumen dewasa kami banyak yang menggunakan media sosial. Kami saat ini sudah terdampak. Di tahun ini, kami sudah mengalami penurunan penjualan 50 persen secara month to month,” ujar Garindra.

Verifikasi Usia

Garindra menerangkan verifikasi umur dapat dilakukan di media sosial. Pelaku industri rokok elektronik juga sudah proaktif mencegah pembelian oleh anak-anak. APVI pun memastikan bahwa rokok elektronik hanya diperuntukkan bagi konsumen dewasa, dan anggotanya patuh pada regulasi batas usia.

Untuk diketahui, APVI menjadi bagian dari 20 organisasi lintas sektor industri hasil tembakau yang menandatangani petisi menolak ketentuan kemasan polos tanpa merek pada RPMK serta sejumlah pasal bermasalah pada PP 28/2024 di kantor Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada Rabu (11/9).

Baca juga: Alokasi Anggaran Turun, Menkop UKM: Tantangan Memajukan UMKM

Penolakan dilakukan karena kebijakan tersebut dibentuk tanpa mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan kesehatan dan dampak ekonomi yang berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional.

“Industri saat ini sedang sangat prihatin. Regulasi yang dibuat jangan sampai mematikan industri tembakau dan sektor-sektor terkait,” kata Wakil Ketua Umum Apindo Franky Sibarani pada Rabu (11/9).

24 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *