News  

Eks Direktur Persiba Diadili Kasus Narkoba, Bantah Terlibat 

Para terdakwa kasus narkotika, termasuk mantan Direktur Persiba Balikpapan Catur Adi Prianto (berbaju tahanan oranye dan duduk di barisan depan), menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Balikpapan, Rabu (23/7). Foto: istimewa

apakabar.co.id, JAKARTA – Eks Direktur Persiba Balikpapan, Catur Adi Prianto, menjalani sidang perdana atas dugaan keterlibatannya dalam jaringan peredaran narkotika jenis sabu di Lapas Kelas IIA Balikpapan, Rabu (23/7).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan yang menyebut Catur sebagai bagian dari sindikat yang bertanggung jawab atas peredaran 69 gram sabu, hasil razia besar yang dilakukan pada 27 Februari 2025 lalu.

Catur didakwa dengan Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) dan subsider Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pasal-pasal yang ancamannya mencapai hukuman penjara seumur hidup.

Nama Catur mencuat setelah penyidikan mendalam terhadap sembilan tersangka awal, salah ok narapidana berinisial E yang disebut sebagai pengendali utama di balik jeruji besi.

Dari hasil pengembangan, total 11 tersangka akhirnya ditetapkan, termasuk Catur yang disebut sebagai bandar besar di luar lapas.

Namun dalam persidangan, Catur yang hadir didampingi tim kuasa hukumnya membantah seluruh tuduhan.

Lewat pengacaranya, Anisa Ul Mahmudah, ia menyatakan bahwa dakwaan jaksa tidak berdasar dan mengandung banyak kekeliruan.

“Kami menilai dakwaan JPU mengandung kekeliruan serius. Tidak ada bukti bahwa klien kami mengendalikan peredaran sabu di lapas, atau terlibat langsung dalam transaksi narkoba pada 27 Februari,” kata Anisa.

Di luar perkara utama, dua tersangka lain dalam kasus ini, Robin dan Masyhudin Kamedi alias Dimas, juga menjalani sidang terpisah dengan dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil bisnis narkotika. Mereka pun mengajukan keberatan atas dakwaan jaksa.

Salah satu pengacara, Rubadi, menyoroti ketidaksesuaian waktu perkenalan kliennya dengan Catur.

“Dalam dakwaan disebut mereka saling kenal sejak 2019, padahal baru bertemu tahun 2023. Ini tidak sesuai fakta,” ujarnya usai sidang.

Keberatan lain menyangkut penyitaan aset milik terdakwa. Menurut kuasa hukum, mayoritas aset yang disita—sekitar 80 persen—telah dimiliki jauh sebelum klien mereka mengenal Catur.

“Ada delapan sampai sembilan aset yang diajukan untuk disita. Sebagian besar dibeli sejak 2014–2015, sebelum ada hubungan apa pun dengan Catur,” jelas Rubadi.

Tim pembela juga membantah bahwa aset atas nama klien mereka berasal dari hasil kejahatan. Dalam dakwaan, disebutkan tiga aset, termasuk dua rumah dan satu mobil, dihubungkan dengan Catur.

Namun, menurut tim kuasa hukum, aset itu dibeli atas nama klien karena Catur tidak lolos BI Checking.

“Nama klien kami hanya dipinjam untuk pengajuan kredit. Itu bukan hasil kejahatan, dan kami siap membuktikannya,” tegas Arief Wardhana, anggota tim kuasa hukum.

Mereka juga membantah keterlibatan kliennya dalam jaringan peredaran narkoba.

“Klien kami tidak terlibat dalam peredaran narkotika, dan kami akan buktikan itu dalam pembelaan di persidangan,” ujar Arief.

7 kali dilihat, 7 kunjungan hari ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *