News  

Koalisi RFP: Reformasi Polri Gagal, Hari Bhayangkara Hanya Seremoni

Koalisi RFP menyuarakan aspirasi mengenai kinerja Polri saat bertepatan hari Bhayangkara ke-79, Selasa (1/7). Foto: koalisi RFP

apakabar.co.id, JAKARTA – Alih-alih menjadi ajang refleksi dan koreksi terhadap institusi Polri, peringatan Hari Bhayangkara ke-79 justru dinilai hanya menjadi pesta simbolik yang menutupi persoalan-persoalan serius di tubuh kepolisian.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (Koalisi RFP) menyatakan bahwa 27 tahun pasca pemisahan Polri dari ABRI, lembaga ini belum juga menunjukkan wajah sipil yang profesional, transparan, dan akuntabel.

Sebaliknya, praktik kekerasan, penyalahgunaan kewenangan, pelanggaran HAM, dan budaya impunitas masih terus mengakar.

Menurut Kolasi RFP, perayaan Bhayangkara ke-79 hanya dipenuhi acara-acara seremonial seperti lomba, ziarah, pekan olahraga, hingga parade robot polisi.

Tapi tidak ada pembicaraan serius soal bagaimana memperbaiki institusi yang masih penuh persoalan.

Koalisi RFP menyebut Polri justru masih menjadi aktor dominan dalam pelanggaran HAM.

Dalam lima tahun terakhir, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat rata-rata 600 lebih kasus kekerasan per tahun yang melibatkan anggota kepolisian, mulai dari penganiayaan, penyiksaan, hingga pembunuhan di luar hukum.

Sementara Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) mengungkap data mencengangkan, hanya dalam waktu lima bulan di 2024, 35 tahanan mengaku disiksa saat penyidikan oleh polisi, 21 diperas, dan 7 menjadi korban kekerasan seksual.

Tak berhenti di sana, praktik korupsi dan bisnis ilegal pun masih membelit institusi ini. Mulai dari dugaan tender fiktif pengadaan amunisi, keterlibatan perwira tinggi dalam jaringan perjudian seperti Konsorsium 303, hingga kasus Irjen Teddy Minahasa yang terjerat jual beli barang bukti narkotika.

Koalisi RFP menyebut bahwa seluruh catatan ini menunjukkan bahwa reformasi Polri masih gagal. Bahkan, makin menunjukkan degradasi.

Karena itu, mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto dan DPR RI untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kegagalan reformasi Polri.

Reformasi harus dilakukan secara substansial, menyasar akar masalah struktural, kultural, hingga sistem pengawasan yang lemah.

Koalisi juga menyerukan pembentukan lembaga pengawas kepolisian yang independen, reformasi sistem peradilan pidana melalui revisi KUHAP, dan penguatan kontrol jaksa serta hakim terhadap proses penyidikan yang selama ini nyaris tanpa pengawasan.

Kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Koalisi RFP mendesak adanya keterbukaan informasi publik, mulai dari penggunaan anggaran hingga penanganan laporan masyarakat.

Jangan sampai rakyat hanya bisa melihat robot patroli dan kanal YouTube polisi, tapi tidak tahu ke mana larinya uang publik.

Di saat perayaan Hari Bhayangkara hanya menjadi panggung pencitraan, Koalisi mengingatkan bahwa rasa aman masyarakat tak bisa dibangun lewat spanduk, lomba, atau parade.

Reformasi sejati harus dimulai sekarang, jika Polri ingin kembali mendapat kepercayaan rakyat.

4 kali dilihat, 4 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *