Flash, News  

Pidato Prabowo di HUT RI 80 Dinilai Hanya Retorika, Rakyat Tetap Tersingkir

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025). Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Tahunan MPR, 15 Agustus 2025, menuai kritik keras dari masyarakat sipil. Narasi stabilitas dan pertumbuhan yang disampaikan dianggap hanya retorika, sementara fakta di lapangan menunjukkan rakyat makin terpinggirkan dan oligarki semakin kuat.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menilai target pertumbuhan 8 persen yang dicanangkan Presiden mustahil tercapai dengan pola ekonomi ekstraktif ala Orde Baru. “Kalau diulang, hasilnya sama: kerapuhan ekonomi dan bencana ekologis,” tegas Bhima. Ia juga menilai istilah “serakah nomics” yang dipakai Presiden justru pengakuan bahwa kebijakan sebelumnya meninggalkan masalah besar.

Klaim penciptaan jutaan lapangan kerja juga dibantah Jumisih dari JALA PRT. Ia menyebut di lapangan justru terjadi PHK massal, maraknya pekerjaan informal, dan buruknya kondisi kerja. “Kalau relasi kerjanya timpang, upah tak layak, dan tanpa jaminan sosial, itu bukan peningkatan kerja, tapi perpanjangan tangan kapitalis,” ujarnya.

Baca juga: Prabowo Ditantang JATAM Ungkap Nama Pemain Besar Tambang Ilegal

Baca juga: Bongkar 1.063 Tambang Ilegal, Prabowo: Jenderal dan Politisi Pun Akan Disikat

Dari sisi hak asasi manusia, Ketua Umum YLBHI, Muhamad Isnur, menegaskan presiden menutup mata terhadap pelanggaran yang nyata. “Masyarakat adat kehilangan tanah, dikriminalisasi, tapi tidak disebut sama sekali dalam pidato,” kata Isnur.

Sementara itu, Iqbal Damanik dari Greenpeace Indonesia mengingatkan bahwa narasi “rakyat menambang” dan pelibatan TNI-Polri dalam pengelolaan sumber daya alam adalah bentuk militerisasi pembangunan. “Di Merauke, masyarakat adat dipaksa berhadapan dengan aparat bersenjata. Ini bukan kedaulatan rakyat, tapi represi,” tegasnya.

Komika Dodok bahkan menyindir pidato Presiden sebagai pengulangan pola lama. “Yang diomongin tambang untuk rakyat lewat TNI. Ini Soeharto banget. Tirani makin merajalela, komedi jadi solusi,” ujarnya.

Bagi masyarakat sipil, pidato kenegaraan ke-80 ini kembali menegaskan arah pembangunan yang abai pada rakyat. Kemerdekaan tanpa keberpihakan hanya jadi seremoni, sementara oligarki kian menguat dan demokrasi menyempit.

8 kali dilihat, 8 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *