NEWS
Tragedi Makan Bergizi Gratis: 16 Ribu Anak jadi Korban, JPPI Desak Pemerintah Bertindak
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah seharusnya menjadi upaya meningkatkan gizi anak-anak sekolah di Indonesia. Namun, program ini justru berubah menjadi bencana kesehatan.
apakabar.co.id, JAKARTA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah seharusnya menjadi upaya meningkatkan gizi anak-anak sekolah di Indonesia. Namun, program ini justru berubah menjadi bencana kesehatan.
Berdasarkan laporan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), hingga 31 Oktober 2025 tercatat 16.109 kasus keracunan akibat program MBG di berbagai daerah. Angka tersebut menjadikannya tragedi pangan terbesar di sektor pendidikan tahun ini.
Data JPPI menunjukkan bahwa bulan Oktober 2025 menjadi puncak lonjakan kasus, dengan 6.823 korban. Jumlah ini meningkat tajam dibanding September (6.052 korban) dan Agustus (2.226 korban).
Kenaikan tersebut membuktikan bahwa evaluasi yang dilakukan Badan Gizi Nasional (BGN) pada September lalu tidak membawa perubahan berarti.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menilai langkah BGN yang hanya menutup sebagian dapur produksi tidak efektif. Menurutnya, sistem pengawasan dan jaminan mutu MBG masih lemah, sehingga kasus terus bertambah dan bahkan melibatkan guru, orang tua, balita, serta ibu hamil.
"Kondisi ini menunjukkan bahwa program dijalankan tanpa perencanaan matang dan pengawasan yang memadai" ujar Ubaid di Jakarta, Selasa (4/11).
Lebih memprihatinkan lagi, pemerintah belum membuka hasil audit secara transparan, dan hingga kini tidak ada tim investigasi independen yang dibentuk untuk menyelidiki kasus-kasus keracunan tersebut. Beberapa di antaranya bahkan mengarah pada dugaan kematian.
Setelah insiden meninggalnya siswi SMKN 1 Cihampelas, Bandung Barat, pada akhir September, kasus serupa kembali terjadi di SMAN Kadugede, Kuningan, pada 16 Oktober 2025.
Ubaid menegaskan bahwa belum ada satu pun pihak yang dimintai pertanggungjawaban, meskipun ribuan korban telah jatuh sakit. Ia menilai tragedi ini bukan sekadar kecelakaan, melainkan akibat tata kelola yang buruk dan lemahnya pengawasan.
“Anak-anak dijadikan korban dari program yang mestinya menyehatkan,” ujarnya.
Melihat situasi tersebut, JPPI mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah tegas. Ada tiga rekomendasi utama yang disampaikan, yakni menghentikan sementara distribusi MBG hingga sistem pengawasan dan tata kelola diperbaiki secara menyeluruh dengan melibatkan publik.
JPPI juga menuntut dibentuknya tim investigasi independen lintas lembaga untuk menyelidiki kasus keracunan serta dugaan penyimpangan dana MBG.
"Serta menindak tegas pihak-pihak yang terbukti lalai atau sengaja menyebabkan keracunan massal, baik di tingkat pusat maupun daerah," katanya.
Ubaid menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa keselamatan anak-anak harus menjadi prioritas utama.
“Negara tidak boleh menormalisasi ribuan anak yang jatuh sakit hanya karena program yang dikelola secara serampangan,” pungkasnya.
Editor:
JEKSON SIMANJUNTAK
JEKSON SIMANJUNTAK