Pemerintah Kecolongan Lagi, Jalan Nasional di Kaltim Dipakai Angkut Batu Bara

Truk tambang melintas bebas di jalan umum meski aturan melarang.

Warga berbicara dengan para sopir truk yang menggunakan jalan negara mengangkut batu bara, 2 Juni 2024. Foto: apakabar

apakabar.co.id, JAKARTA – Ketegangan kembali menyelimuti ruas jalan negara di Dusun Muara Kate, wilayah perbatasan antara Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Belum selesai kasus pembunuhan Russell (60), kini puluhan truk batu bara kembali melintasi jalan nasional.

Kronologi bermula pada 1 Juni saat warga di Muara Kate menerima sebuah pesan suara berbahasa Dayak Paser. Isinya, menginformasikan bahwa akan ada konvoi ratusan truk melintasi jalan negara untuk memuat batu bara.

Minggu malam (1/6), warga kemudian melakukan pengamatan secara diam-diam sejak pukul 23.00 Wita. Benar saja, satu per satu truk berkelir kuning dengan nomor polisi DA (Kalimantan Selatan) melintas dari arah Kalimantan Timur menuju perbatasan Kalimantan Selatan.

Sekelompok warga yang merupakan warga sekitar lalu menghentikan laju truk dan meminta para sopir turun. Terpal di bak truk yang menutup muatan menambah kecurigaan mereka. Apalagi terdapat bercak hitam di buritan truk.

“Kami melihat ada sisa batu bara, dan para sopir mengakui membawa batu bara,” jelas perwakilan warga Muara Kate, Warta Linus, dikontak media ini.

Diduga Batu Bara Ilegal

Warga bertanya dari mana asal batu-bara ini. Mereka menjawab dari lokasi tambang bekas PT TMJ di Desa Busui Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser.

Para sopir asal Kalimantan Selatan ini mengaku semua batu bara tersebut akan dipasok untuk pembangkit listrik sebuah pabrik semen di Tabalong, Kalimantan Selatan, PT Conch.

Lalu mereka bertanya, siapa pemiliknya, dan berapa banyak unit truk yang melintas malam itu. “Mereka menjawab semuanya ada 50 unit.”

Warta menegaskan apa yang ia dan warga Muara Kate lakukan adalah upaya pencegahan. Saat ini sudah dua nyawa melayang akibat dua kecelakaan lalu lintas yang melibatkan warga dengan truk batu bara. Tak seharusnya aktivitas tambang menggunakan jalan umum karena hanya akan menambah kerusakan jalan.

“Ini bukti masih ada hauling di jalan raya. Kami minta pemerintah mohon tindaklanjuti, dan konsisten melakukan penegakan hukum,” jelasnya.

Media ini lalu mengonfirmasi Kapolres Paser, AKBP Novy Adhiwibowo. Novy mengaku belum mendapat informasi adanya truk hauling yang kucing-kucingan dengan aparat dan warga ini. “Saya cek dulu,” jelas Novy, Rabu sore (4/6).

Senada, Kapolres Tabalong AKBP Wahyu Ismoyo meminta waktu melakukan pengecekan. “Secara prinsip tidak boleh [melintasi jalan umum] kami akan tingkatkan patroli ke daerah atas [perbatasan],” jelas Ismoyo, dihubungi via seluler.

Terpisah, Wakil Gubernur Kaltim Seno Aji turut merespons. “Wah nekat juga mereka. Saya sudah sampaikan ke Pak Kapolda untuk bisa ditindaklanjuti segera,” kata Seno, Rabu (4/6) malam.

Sudah lebih tujuh bulan terakhir warga di Muara Kate berupaya menjaring setiap truk batu bara yang mencoba melintasi jalan negara di perbatasan Kalimantan Selatan-Kalimantan Timur.

Irfan Ghazy dari Lembaga Bantuan Hukum Samarinda melihat perjuangan warga di Muara Kate membuktikan negara absen dalam menegakkan hukum dan menjamin keselamatan warganya.

“Kegiatan hauling menggunakan jalan negara atau umum sangat berbahaya untuk para pengendara, ini sangat membahayakan keselamatan warga negara, negara seharusnya hadir,” kata Irvan.

Jalan nasional di perbatasan Kalsel-Kaltim, tepatnya di Muara Kate hanya selebar lima meter. Saking banyaknya truk yang kerap melintas, untuk sekadar menyeberangi jalan saja anak sekolah kesulitan.

Dasar penolakan, kata Irfan adalah Perda Kaltim Nomor 10 Tahun 2012 yang merupakan turunan dari UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 yang telah diubah menjadi UU 2 tahun 2025 yang melarang aktivitas tambang menggunakan jalan umum.

“Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 10 tahun 2025 sudah juga sudah jelas bahwa warga berhak atas lingkungan hidup yang sehat.” 

Rentetan Konflik

Konflik warga Paser dengan aktivitas tambang bukan kali ini saja. Bermula sejak 2023, saat truk-truk tambang terus menerus melintasi jalan umum dan berbaur bersama pengendara lainnya. Akibatnya, jalan rusak-rusak bahkan lubang menganga setinggi lutut orang dewasa. Kecelakaan lalu lintas meningkat. Mengingat saat hujan lubang-lubang ini tak kasat mata.

Kondisi ini memicu kemarahan warga di Batu Kajang yang berjarak 40 kilometer dari Muara Kate. Warga yang mayoritas emak-emak melakukan blokade jalan menggunakan kursi plastik. Tak mempan. Truk-truk batu bara bahkan nekat menerobos barikade warga.

1 Mei 2024, seorang ustaz muda bernama Teddy, yang baru saja menikah, tewas diduga ditabrak truk batu bara di Songka. Oktober berselang, giliran Pendeta Veronika tewas di tanjakan Marangit setelah sebuah truk tak kuat menanjak.

Puncaknya, 15 November 2024, posko warga di Muara Kate diserang orang tak dikenal saat subuh. Russell, 60 tahun, tewas, Anson kritis. Tiga hari, 15–17 April 2025, ribuan warga turun ke jalan. Aksi damai digelar di depan Kantor Gubernur Kaltim dan DPRD Kalsel, menuntut penghentian hauling yang dinilai ilegal dan berbahaya.

“Selain menggunakan jalan negara, perusahaan ini juga diduga mengintimidasi warga lewat vendor-vendornya,” kata Irvan.

Kapolda sebelumnya sudah berganti. Kompolnas dan Komnas HAM pun turun tangan. Namun, nihil hasil. Pembunuh Russell belum tertangkap, dan truk batu bara masih kucing-kucingan dengan warga. “Kasus Muara Kate jadi atensi serius, dan saya menjamin penyidikan berjalan seprofesional mungkin,” kata Kapolda Kaltim, Irjen Pol Endar Priantoro kepada media ini, baru tadi.

77 kali dilihat, 77 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *