Waspada! Karhutla Mulai Mendominasi di Pulau Sumatera

Ilustrasi- Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menggunakan pesawat radio saat memadamkan kebakaran lahan. Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mewanti-wanti agar masyarakat lebih waspada terhadap bahaya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Dalam sepekan terakhir, BNPB membeberkan kasus kebakaran hutan dan lahan yang mulai mendominasi di Pulau Sumatera.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menjelaskan, dari data yang didapatkan instansinya, karhutla mulai melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Bener Meriah (Aceh), Asahan (Sumatera Utara) dan Kota Dumai (Riau).

Bahkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru menunjukkan munculnya titik-titik karhutla di sejumlah daerah lainnya. Wilayah itu meliputi Sumatera Barat (sembilan titik), Bengkulu (14 titik), Sumatera Selatan (enam titik), Kepulauan Riau (enam titik), Jambi (enam titik), Bangka Belitung (satu titik).

“Karhutla di daerah-daerah itu sudah mulai ditemukan sejak 12 Maret lalu beruntung api bisa segera dipadamkan,” kata Abdul di Jakarta, Rabu (20/3).

Menurut Abdul, hal itu membuktikan bahwa saat ini fenomena atmosfer Madden Julian Oscilliation (MJO) sudah mulai bergerak meninggalkan Pulau Sumatera.

Pergerakan MJO itu membuat cuaca wilayah Sumatera berubah signifikan dari sebelumnya sebagian besar mengalami peningkatan intensitas hujan dan beberapa kali dilanda bencana banjir dan tanah longsor, kini menjadi cukup kering. Hal itu berpotensi mengakibatkan kebakaran.

“Jadi fokus penanggulangan bencana saat ini juga sudah harus mengarah pada penanganan karhutla jangan sampai meluas,” terangnya.

Maka mencegah hal tersebut, BNPB mengimbau setiap kepala daerah agar lebih responsif menanggapi peralihan cuaca tersebut. Salah satunya dengan segera menetapkan status siaga darurat karhutla, khususnya di daerah yang rawan.

Ia menilai, respons itu penting sehingga upaya mitigasi dan penanganan darurat di daerah bisa berjalan secara maksimal. Salah satu upaya yang bisa dilakukan yakni menyiagakan petugas untuk melakukan pembasahan pada lahan mineral dan gambut, sehingga lahan tidak mudah terbakar akibat cuaca panas.

“Ya, tidak mesti menunggu puncak musim kemarau yang diprediksi berlangsung pada Juli-Agustus nanti,” tandas Abdul.

1,428 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *