NEWS
Derita Panjang Warga Lingkar Tambang Tapin, Tali Asih Bukan Jawaban
apakabar.co.id, TAPIN – Warga Suato Tatakan hidup di tengah sawah yang meranggas, debu batu bara yang mengendap di permukiman, dan aliran sungai yang terus menyusut sejak aktivitas tambang PT Antang Gunung Meratus (AGM) menguat di sekitar desa.
Panen menurun, keluhan pernapasan meningkat, dan rangkaian protes warga belum menghasilkan langkah pemulihan yang jelas. Pemerintah daerah dianggap belum mampu memastikan penyelesaian yang menyentuh akar persoalan di kawasan pangan itu, sementara warga menagih tanggung jawab yang lebih konkret.
Dalam rapat ketiga di DPRD Tapin, baru tadi Kamis (27/11/2025), PT AGM menawarkan tali asih sebagai langkah awal penyelesaian atas dampak yang dirasakan warga. Tali asih yang diajukan AGM ditujukan untuk lahan pertanian dalam radius 10 meter dari sisi jalan hauling menuju stockpile Sungai Lokbuntar. Deputy Site Manager PT AGM, Abdurahman, menyebut tawaran ini sebagai bentuk awal diskusi penyelesaian.
“Secara garis besar atas permasalahan ini, berdasarkan arahan top manajemen kami, solusinya adalah kebijakan tali asih. Nominalnya 100 juta,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat tersebut.
RDP ketiga ini digelar untuk menagih tindak lanjut perusahaan setelah RDP sebelumnya, 28 Agustus, ketika perwakilan AGM menyatakan perlu berkomunikasi dengan manajemen pusat.
Ketua DPRD Tapin, Achmad Riduan Syah, menilai tawaran AGM belum menjawab dampak utama yang dialami warga. “Wajar masyarakat menolak, karena tawaran AGM tak rasional. Tali asih ini memang bukan solusi yang konkret karena tak menghindarkan masyarakat dari dampak buruk aktivitas pertambangan,” ujarnya.
Warga Suato Tatakan memperjuangkan dua pokok masalah yang dinilai krusial. Pertama, jarak stockpile PT AGM yang disebut hanya sekitar 300 meter dari permukiman dan dituding sebagai sumber debu batu bara yang memengaruhi ruang hidup 200 kepala keluarga. Mereka meminta stockpile dipindahkan.
Kedua, sekitar 80 hektare lahan pertanian padi sawah terdampak aktivitas angkutan dan bongkar muat batu bara di stockpile Sungai Lokbuntar. Sebagian lahan disebut tidak produktif, dan warga meminta pembebasan lahan agar dapat pindah atau memulai usaha lain.
Selama rentang RDP kedua hingga ketiga, DPRD Tapin meminta AGM berdialog dengan warga, namun upaya itu belum terlaksana. “Kami sudah lama memberi waktu. Namun hal itu ternyata nihil,” ujar Riduan Syah. RDP lanjutan akan digelar pada Desember. “Sebelum akhir tahun ini kita inginkan ada titik terang,” ungkapnya.
Rencana Aksi Warga
Kepala Desa Suato Tatakan, Fahmi Sadikin, menyebut warga mulai mempertimbangkan aksi massa, termasuk demo dan menutup aktivitas angkutan batu bara. “Selama ini kita diam. Namun sekarang sudah tidak lagi. Masyarakat menilai AGM sudah terlalu sewenang-wenang dan tak bertanggungjawab. Terkait protes hari ini adalah kali pertama yang dilakukan,” ujarnya.
Fahmi menilai keberadaan tambang memang memberi dampak ekonomi, namun pengelolaan lingkungan yang berdampingan dengan masyarakat belum terlihat memadai. Menurutnya, warga siap mengambil langkah besar jika dua tuntutan utama tidak dipenuhi.
“Kita sudah 25 tahun hidup berdampingan, jika begini, lebih baik kita pisah dengan AGM. Dan konsentrasi memperbaiki lingkungan hidup yang sudah rusak ini,” katanya.
Dia tetap meminta warga menahan diri agar tidak mengambil langkah yang merugikan kedua pihak. AGM disebut telah melakukan beberapa perbaikan lingkungan, namun warga masih merasakan dampak angkutan batu bara hingga hari ini.
Persoalan lingkungan dan sosial yang dihadapi warga Suato Tatakan bukan sekadar gejolak lokal. Konflik serupa sudah lama menjadi sorotan, termasuk perhatian Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq. Pemerintah pusat telah berupaya mendorong pengawasan yang lebih efektif di lapangan, namun hingga kini warga masih menunggu langkah nyata yang menghentikan dampak berulang ini dan menjamin pemulihan ruang hidup mereka.
Editor:
FARIZ FADHILLAH
FARIZ FADHILLAH


