OPINI

Pentingnya Rasionalitas dan Literasi dalam Investasi Emas

Pegawai menunjukkan emas Antam yang dijual di Butik Emas Logam Mulia PT. Aneka Tambang, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Foto: ANTARA
Pegawai menunjukkan emas Antam yang dijual di Butik Emas Logam Mulia PT. Aneka Tambang, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Foto: ANTARA
Oleh: Herru Wijayadie*

Ketika harga emas dunia melesat dan pasar domestik ikut bergejolak, publik kembali berhadapan dengan satu pertanyaan mendasar tentang bagaimana berinvestasi dengan akal sehat di tengah euforia yang kerap membingungkan, terutama bagi pemula.

Emas, yang sejatinya berfungsi sebagai pelindung nilai, justru kerap berubah menjadi alat spekulasi jangka pendek ketika harga naik drastis.

Di media sosial dan kanal investasi daring, ramai narasi yang menggiring persepsi seolah-olah momen terbaik membeli emas adalah ketika harga sedang tinggi, padahal prinsip rasional investasi justru bekerja sebaliknya.

Kenaikan harga emas memang wajar dalam situasi ekonomi global yang diliputi ketidakpastian seperti inflasi tinggi, konflik geopolitik, dan kebijakan moneter yang ketat.

Masyarakat membutuhkan emas sebagai instrumen pelindung nilai dan investasi, bukan karena promosinya, melainkan karena konsep dasarnya menawarkan cara berpikir baru terhadap emas.
Mereka melihat emas bukan sekadar komoditas, melainkan simbol keseimbangan antara nilai ekonomi, moral, dan kebijaksanaan publik.

Sebagai penyedia instrumen investasi emas khususnya koin dinar, penulis melihat pentingnya konsistensi dalam menjaga keseimbangan antara nilai, kualitas, dan harga. Dengan pendekatan ini, masyarakat tetap memiliki kesempatan untuk berinvestasi emas tanpa harus terbawa arus spekulasi.

Bagi produsen, selain menjaga ekosistem harga tetap kompetitif, penting juga memastikan ketersediaan emas siap kirim di seluruh Indonesia serta menyediakan layanan buyback yang mudah dan transparan. Hal inilah yang akan memberikan fleksibilitas kepada masyarakat untuk menjual kembali emas mereka sesuai kebutuhan.

Kemudian juga perlu ditekankan pentingnya masyarakat untuk memperkuat literasi tentang investasi emas. Memahami untuk setiap produk yang dijadikan instrumen investasi memiliki beberapa ciri spesifik untuk menghindari pemalsuan,

Setiap koin emas, dinar, atau instrumen emas lainnya hampir selalu dilengkapi teknologi keamanan berlapis yang menjamin keaslian dan transparansi.

Pada koin dari merek Noor Dinar, misalnya, fitur utamanya meliputi tinta tak kasat mata (invisible ink) yang hanya terlihat di bawah sinar UV, nomor seri unik alfanumerik, gambar tersembunyi (latent image) sebagai elemen optik pengaman, serta segel holografik pada kemasan.
Kemudian juga seluruh emas yang diproduksi bersumber dari dalam negeri yang telah berakreditasi SNI dan LBMA. Ini untuk memastikan kemurnian, legalitas, dan keterlacakan setiap koin secara transparan.

Penampakan fisiknya pada seri perdana yang dilepas ke pasar mulai 16 Mei 2025 menggandeng PERURI dan Pura Group Indonesia menampilkan tiga desain masjid ikonik di tiga benua yaitu 1 Dinar (Masjid Baiturrahman, 4,25 gr, 24K), 2 Dinar (Masjid Qolsharif, 8,5 gr, 24K), dan 5 Dinar (Masjid Biru, 21,25 gr, 24K), seluruhnya berkadar kemurnian 999,9.

Setiap koin dirancang dengan inskripsi dalam lima bahasa internasional, Bahasa Indonesia, Inggris, Rusia, Mandarin, dan Arab.

Untuk produk emas dari brand lain, masyarakat juga harus memperkuat literasi dan memperbanyak akumulasi pengetahuan mereka sebelum memutuskan untuk berinvestasi.

Keterbukaan Harga

Beberapa pelaku industri emas memang mulai memperkenalkan model bisnis yang lebih rasional dan inklusif, menyediakan akses terhadap emas fisik dengan harga yang lebih transparan tanpa mengorbankan kualitas.

Model seperti ini memberi kemudahan bagi masyarakat untuk membeli emas secara bertahap, sekaligus memahami struktur pembentukan harga secara lebih terbuka.

Pendekatan seperti ini bisa menjadi jembatan antara kebutuhan masyarakat untuk berinvestasi dan upaya pemerintah mendorong literasi finansial.

Akses terhadap emas yang legal, bersertifikat, dan berharga wajar bukan hanya urusan bisnis, tetapi juga bagian dari keadilan ekonomi.
Keterbukaan harga menjadi isu penting lain dalam industri emas. Perbedaan harga antara produk konvensional dan alternatif lokal sering kali disebabkan bukan oleh perbedaan kualitas, melainkan oleh struktur biaya distribusi, margin promosi, dan persepsi merek.

Edukasi publik tentang hal ini menjadi krusial agar masyarakat memahami bahwa harga tinggi tidak selalu berarti unggul, dan harga wajar tidak identik dengan kualitas rendah. Kesadaran ini akan menumbuhkan ekosistem investasi yang sehat, berbasis pengetahuan, bukan emosi pasar.

Dalam konteks kebijakan, peluang Indonesia untuk menjadi pusat produksi emas berstandar global terbuka lebar.

Dengan cadangan sumber daya alam yang besar dan industri pemurnian yang telah memiliki sertifikasi SNI serta akreditasi LBMA, langkah logis berikutnya adalah membangun rantai pasok emas nasional yang terintegrasi.

Kebijakan fiskal dan pajak harus diarahkan untuk memperkuat industri emas domestik, bukan hanya memfasilitasi ekspor bahan mentah atau impor produk jadi.
Penguatan ekosistem ini mencakup transparansi harga, sistem pengawasan perdagangan digital, serta perlindungan konsumen.

Pemerintah juga memiliki peran strategis dalam mendorong literasi investasi emas sebagai bagian dari program inklusi keuangan nasional. Di banyak daerah, emas masih menjadi bentuk tabungan paling nyata bagi masyarakat kecil.

Dengan memperluas akses terhadap produk yang legal dan bersertifikat, masyarakat dapat beralih dari budaya konsumtif menuju akumulasi aset produktif.

Edukasi Emas

Edukasi yang menekankan perbedaan antara investasi, tabungan, dan spekulasi harus diperluas hingga ke tingkat sekolah dan komunitas lokal.

Selain itu, digitalisasi sektor emas perlu diarahkan agar tidak menciptakan risiko baru. Fenomena “emas virtual” tanpa jaminan fisik yang jelas menunjukkan celah regulasi yang perlu segera diperkuat.

Platform jual beli emas digital memang menawarkan kemudahan, tetapi tanpa pengawasan yang memadai, risiko penipuan meningkat.

Kolaborasi antara industri emas dan lembaga teknologi finansial seharusnya difokuskan pada pembentukan sistem emas digital nasional yang terintegrasi dengan pengawasan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

Sistem ini akan memastikan setiap transaksi tercatat, diawasi, dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum maupun moral.
Jika melihat dinamika global, kenaikan harga emas sejatinya mencerminkan dua hal yaitu ketidakpastian ekonomi dunia dan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap aset lindung nilai.

Namun, memahami konteks jauh lebih penting daripada sekadar mengikuti tren. Emas bukan simbol kemewahan, melainkan alat menjaga keseimbangan nilai dalam portofolio keuangan. Ini bukan pelarian dari krisis, melainkan jembatan untuk menghadapi ketidakpastian dengan tenang.

Dengan demikian, arah masa depan industri emas Indonesia tidak seharusnya berhenti pada perluasan produk, melainkan pada pembentukan budaya investasi yang rasional.

Pilar utamanya adalah rasionalitas harga, keamanan produk, transparansi rantai pasok, dan keterjangkauan bagi masyarakat luas.

Ketika prinsip ini menjadi fondasi industri, emas akan kembali kepada makna sejatinya bukan sekadar logam mulia, tetapi lambang kejujuran ekonomi, ketenangan sosial, dan kedewasaan finansial bangsa dalam menghadapi dunia yang terus berubah.

*) Direktur PT Berkah Restu Sejahtera, pengamat dan praktisi investasi emas, dan pemilik kanal edukasi keuangan YouTube D’Gold Father