EKBIS
Pertumbuhan Ekonomi Kalsel Lampaui Nasional, Pajak dan APBN Justru Tersendat
apakabar.co.id, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan (Kalsel) terus menunjukkan performa positif. Pada triwulan II-2025, ekonomi Kalsel tumbuh 5,39 persen (year-on-year), lebih tinggi dari rata-rata nasional yang mencapai 5,12 persen.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Selatan dan Tengah, Syamsinar, menyebut Kalsel menjadi salah satu kontributor terbesar perekonomian Kalimantan dengan sumbangan 15,96 persen terhadap total PDRB regional.
“Pertumbuhan ini ditopang sektor industri pengolahan yang melonjak 17,75 persen, sementara pertambangan masih mendominasi struktur PDRB dengan pangsa 27,05 persen,” ujar Syamsinar saat paparan kinerja APBN dalam kegiatan Assets Liabilities Committee (ALCo) di Banjarmasin, Kamis (30/10).
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga menjadi motor utama, tumbuh 5,51 persen dan menyumbang 44,03 persen dari total PDRB.
Stabilitas harga pun relatif terjaga. Inflasi tercatat -0,29 persen (mtm) atau 2,91 persen (yoy), lebih rendah dari inflasi nasional. Beberapa komoditas penyumbang deflasi antara lain bawang merah, daging ayam ras, dan ikan gabus.
Namun di sisi fiskal, pemerintah daerah menghadapi tantangan berat. Hingga 30 September 2025, realisasi belanja negara mencapai Rp30,08 triliun atau 72,58 persen dari pagu, tumbuh 8,59 persen (yoy).
Lonjakan terbesar datang dari Transfer ke Daerah (TKD) yang naik 15,16 persen, mendominasi 80,81 persen belanja total atau Rp24,31 triliun.
Sebaliknya, belanja kementerian/lembaga justru turun 11,07 persen (yoy).
Di sisi penerimaan, kondisi berbalik. Penerimaan negara hanya Rp9,8 triliun atau 44,44 persen dari target, turun 20,31 persen (yoy) akibat merosotnya penerimaan perpajakan.
Kombinasi antara lonjakan belanja dan anjloknya penerimaan membuat defisit anggaran melebar hingga Rp20,28 triliun.
“Penerimaan pajak terealisasi Rp7,79 triliun atau 38,26 persen, terkontraksi 34,18 persen (yoy). Ketergantungan penerimaan ini masih kuat pada harga batu bara yang belum membaik dibanding tahun lalu,” ujar Syamsinar.
Selain harga batu bara, meningkatnya pengembalian (restitusi) wajib pajak sektor tambang juga menekan kinerja pajak.
Penurunan tajam juga disebabkan meningkatnya restitusi pajak di sektor pertambangan. Rinciannya, PPh Nonmigas turun 16,74 persen menjadi Rp5,26 triliun, PBB turun 48,23 persen menjadi Rp229,66 miliar, dan PPN anjlok 65,68 persen menjadi Rp1,74 triliun.
Adapun penerimaan pajak lainnya justru melonjak 11.724 persen menjadi Rp562,87 miliar, terutama dari optimalisasi basis data dan transaksi digital.
Syamsinar menambahkan, SPT Tahunan PPh 2025 akan mulai dilaporkan lewat Coretax pada awal 2026. “Sebelum melapor melalui Coretax, wajib pajak perlu mengaktifkan akun dan mendaftarkan Kode Otorisasi DJP terlebih dahulu,” jelasnya.
Editor:
RAIKHUL AMAR
RAIKHUL AMAR

