apakabar.co.id, JAKARTA – Keran ekspor benih lobster dilonggarkan melalui perubahan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021.
Permen tersebut memuat tentang Pengelolaan lobster (panulirrus spp), kepiting (scylla spp),dan rajungan (portunus spp) di wilayah negara Republik Indonesia.
Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan menilai budi daya lobster di Maluku Utara (Malut dapat menurun bila kebijakan terkait ekspor benih lobster diterapkan.
“Sesuai kajian, kalau stok benih lobster di dalam negeri yang sudah berstatus over exploited akan mengalami kelangkaan,” kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim seperti dilansir Antara, Senin (12/2).
Kelangkaan lobster, kata Abdul Halim, disebabkan maraknya praktek eksploitasi penangkapan benih lobster secara besar-besaran di wilayah pengelolaan perikanan nasional.
Kebijakan tersebut menurutnya juga berdampak pada menurunnya potensi pendapatan budi daya lobster yang berfokus pada pembenihan dan pembesaran di dalam negeri.
Ia meminta agar pemerintah dapat mengoreksi kebijakan tata ruang dan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Termasuk di antaranya mengenai perizinan usaha di dalamnya yang berorientasi pada perluasan kebun kelapa sawit.
Tak hanya itu, industri pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil juga memberikan dampak negatif terhadap hajat hidup masyarakat pesisir lintas profesi.
Selain itu juga mengutamakan pengelolaan kawasan konservasi laut berbasis hukum adat dan kearifan tradisional yang telah berlangsung secara turun-temurun dan terbukti mampu menghadirkan kemakmuran bagi masyarakat pesisir di sekitarnya.
Perlu Pendekatan Saintifik
Abdul Halim mengusulkan sejumlah perbaikan di antaranya perlunya pendekatan saintifik dalam pengelolaan perikanan di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-RI).
Salah satu di antaranya melalui pembaruan data stok ikan dan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan secara berkala. Sehingga pengelolaan perikanan dapat berkelanjutan, bertanggung jawab, dan berkeadilan.
Tak hanya itu, penguatan kapasitas pengawasan dan penegakan hukum di laut juga diperlukan. Khususnya di sejumlah perairan yang kaya sumber daya ikan, seperti perairan Provinsi Maluku Utara yang menjadi bagian dari WPP-NRI 715 dan berbatasan langsung dengan Filipina.
Abdul Halim berharap seyogianya pembangunan bangsa berbasis ekonomi hijau diorientasikan pada kegiatan ekspor produk olahan yang padat karya dan mengandalkan perdagangan antarpulau yang didukung oleh ketersediaan armada pelayaran laut dan biaya logistik yang mudah, reguler, dan terjangkau.
“Dengan memprioritaskan sejumlah ikhtiar perbaikan bangsa sebagaimana telah diutarakan di atas, maka anugerah sumber daya alam yang dikelola secara bertanggung jawab dan berkeadilan diyakini dapat menghadirkan kemakmuran rakyat tanpa terkecuali,” pungkasnya.