DPR Nilai Praktik Beras Oplosan Melanggar Hak Konsumen

Ilustrasi - Karungan beras SPHP. Foto: Humas Bapanas

apakabar.co.id, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Sarifah Suraidah Harum menilai maraknya praktik pengoplosan beras premium di berbagai daerah bukan sekadar pelanggaran perdagangan, melainkan sudah menyangkut pelanggaran hak konsumen.

Dia menegaskan praktik pengoplosan beras melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, di mana masyarakat berhak atas produk berkualitas dan informasi yang transparan.

“Ini sudah menyangkut hak konsumen yang dijamin undang-undang. Mengemas beras kualitas rendah sebagai produk premium adalah penipuan yang harus dihentikan,” kata Sarifah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (1/8).

Dia juga menilai praktik pengoplosan beras tersebut telah merusak kepercayaan publik terhadap sistem distribusi pangan nasional.

Baca juga: Mentan: 212 Merek Beras Terbukti Langgar Regulasi Pemerintah

Sarifah menekankan praktik pengoplosan beras berpotensi merugikan konsumen hingga Rp99,35 triliun per tahun, dengan rincian Rp34,21 triliun untuk beras premium dan Rp65,14 triliun untuk beras medium.

Dia lantas menyinggung temuan Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan Polri terhadap 212 merek beras bermasalah di pasaran, yang terdiri dari 136 beras premium dan 76 beras medium.

Di mana data menunjukkan, 85,56 persen beras premium dan 88,24 persen beras medium tidak memenuhi standar mutu, 95,12 persen dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 21,66 persen memiliki berat kemasan tidak sesuai klaim.

Untuk itu, dia meminta pemerintah bertindak tegas, tidak hanya melalui pengawasan administratif, tetapi juga penindakan nyata terhadap produsen nakal.

“Kementerian Perdagangan harus evaluasi izin perdagangan pelaku. Ini soal kepercayaan masyarakat terhadap sistem pangan nasional,” ujarnya.

Baca juga: Bahaya Praktik Beras Oplosan Ancam Stabilitas Sosial

Dia memaparkan pula empat langkah strategis dalam menangani praktik pengoplosan beras yaitu evaluasi izin produsen pelanggar; pemberian sanksi tegas baik administratif maupun pidana; digitalisasi pengawasan mutu beras via QR Code; serta pelibatan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dalam perumusan kebijakan pengawasan pangan.

“Ini momentum perbaikan total. Distribusi pangan harus direformasi agar rakyat dapat produk berkualitas dengan harga wajar. Jangan sampai mereka dirugikan dua kali: kualitas dan harga,” katanya

Dia pun berharap dengan langkah konkret tersebut maka diharapkan praktik kecurangan dalam distribusi beras dapat diberantas, sekaligus memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pangan nasional.

3 kali dilihat, 3 kunjungan hari ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *