EKBIS

Genjot Industri Padat Karya, HIMKI Dukung Penindakan Impor Ilegal

Ketua Umum Himpunan Mebel Industri dan Kerajinan (HIMKI) Abdul Sobur. Foto: Antara
Ketua Umum Himpunan Mebel Industri dan Kerajinan (HIMKI) Abdul Sobur. Foto: Antara
apakabar.co.id, JAKARTA - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyampaikan dukungan terhadap langkah yang dilakukan pemerintah dalam menindak tegas impor Ilegal berbasis padat karya seperti pakaian bekas, karena dinilai bisa memperkuat industri nasional.

“HIMKI menyampaikan dukungan penuh dan apresiasi tinggi terhadap langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang berkomitmen menindak tegas praktik impor pakaian bekas ilegal, termasuk melalui penerapan sanksi denda serta pengawasan modern berbasis kecerdasan buatan (AI),” ujar Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur dalam pernyataan dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (26/10).

Menurut Sobur, kebijakan tersebut bukan sekadar penegakan hukum, melainkan gerakan pemulihan integritas ekonomi bangsa yang menyentuh akar persoalan ketimpangan industri padat karya.
Sebagai asosiasi yang menaungi lebih dari 2.500 pelaku industri mebel dan kerajinan di seluruh Indonesia, HIMKI menilai langkah pemerintah ini menjadi 'angin segar' bagi manufaktur, terutama industri furnitur dan kerajinan yang termasuk padat karya, karena menghadapi serbuan barang impor murah dan praktik perdagangan tidak adil.

‎“Bagi HIMKI, kebijakan ini merupakan keniscayaan sejarah bahwa bangsa yang ingin maju harus berpihak pada produksi dalam negeri, melindungi pelaku usaha jujur, dan memastikan keadilan kompetisi industri,” katanya.
‎Ia menambahkan dengan penerapan sistem pengawasan berbasis AI, bukan hanya pakaian bekas, tetapi juga produk furnitur dan komponen impor undervalue yang selama ini merugikan pelaku industri lokal dapat terpantau dan ditindak secara transparan.

‎“Kami mengajak seluruh asosiasi industri, aparat penegak hukum, media dan masyarakat luas untuk mendukung langkah ini secara konsisten. Karena pemberantasan impor ilegal bukan hanya urusan perdagangan, tetapi urusan martabat bangsa,” kata Sobur.