Hadapi Perang Tarif, Ekonom Tekankan Diversifikasi Pasar Ekspor

Ilustrasi aktivitas ekspor- impor. Foto: Freepik.com

apakabar.co.id, JAKARTA – Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Sekar Utami menekankan pentingnya percepatan diversifikasi pasar ekspor sebagai langkah antisipasi menghadapi dampak ketidakpastian global yang dipicu perang tarif antara Amerika Serikat dan China.

Ketegangan dagang dua ekonomi terbesar dunia itu, menurutnya telah meningkatkan risiko perlambatan pertumbuhan perdagangan internasional, yang berdampak langsung pada sektor ekspor Indonesia.

“Perusahaan manufaktur Indonesia selama ini sangat bergantung pada pasar ekspor utama seperti AS dan China. Ketika terjadi perubahan kebijakan tarif atau perlambatan permintaan di negara-negara tersebut, sektor ini langsung terkena imbas,” ujar Sekar dalam keterangannya, dikutip Rabu (30/4).

Baca juga: Harga Kelapa Dalam Negeri Melesat Gegara Lonjakan Ekspor

Baca juga: Kunjungi Pabrik Alva, Bos Indika Energy Pede Indonesia Bisa Ekspor Motor Listrik

Adapun sektor yang paling rentan yakni industri manufaktur berbasis ekspor seperti tekstil, alas kaki, elektronik, serta komoditas primer seperti kelapa sawit, karet, dan hasil perikanan. Ketergantungan tinggi pada pasar tradisional, membuat pelaku usaha kurang fleksibel dalam merespons dinamika global.

Untuk mengurangi kerentanan tersebut, Sekar mendorong pemerintah mempercepat perluasan akses ekspor ke pasar nontradisional di kawasan Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika.

Diversifikasi tersebut, disebutkan Sekar, penting agar ekspor Indonesia tidak mudah terguncang oleh kebijakan dagang negara mitra utama.

Tak hanya itu, Sekar juga menekankan perlunya insentif fiskal untuk sektor ekspor, kemudahan pembiayaan, serta peningkatan kualitas dan efisiensi logistik nasional agar produk Indonesia lebih kompetitif di pasar global.

“Pendampingan teknis dan dukungan promosi ekspor kepada UMKM juga menjadi krusial untuk memperluas basis eksportir baru yang lebih resilien terhadap dinamika global,” ujar dia.

Baca juga: Nilai Ekspor Non Migas Januari-Oktober 2024 Melampaui 2023

Baca juga: Pemerintah Bebaskan Izin Ekspor-Impor, Sritex Diminta Restrukturisasi

Sekar menilai sinergi kebijakan antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menjadi krusial di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini.

Dari sisi BI, stabilitas nilai tukar rupiah harus terus dijaga dengan kebijakan suku bunga yang responsif dan intervensi terukur di pasar valuta asing serta surat berharga.

Sementara itu, pemerintah dinilai perlu melakukan realokasi anggaran ke sektor yang terdampak langsung oleh konflik dagang global, seperti manufaktur ekspor, pertanian dan infrastruktur logistik.

“Kondisi ekonomi dan perbankan Indonesia ke depan masih optimistis namun tetap berhati-hati, mengingat masih ada tantangan eksternal dan domestik. Untuk itu, sinergi antara kebijakan moneter, fiskal, makro dan mikroprudensial perlu diperkuat agar perekonomian dan sektor perbankan Indonesia tetap resilien,” jelasnya.

2 kali dilihat, 2 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *