Flash, News  

Audiensi JATAM-Pj Gubernur: Selamatkan Bukit Biru hingga Satgas Anti-PETI

Jatam menggelar audiensi dengan Pj gubernur Kaltim. Sejumlah dibahas. Dari wacana pembentukan satgas tambang ilegal hingga pembatalan izin tambang di Desa Sumber Sari. Foto: Jatam untuk apakabar.co.id

apakabar.co.id, JAKARTA – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bertemu dengan PJ Gubernur Kalimantan Timur. Audiensi terkait maraknya tambang ilegal (PETI) hingga desakan batalkan izin tambang di Desa Sumber Sari, lumbung pangan terakhir Kabupaten Kutai Kartanegara.

Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan masyarakat. Sebab dampak yang merugikan secara ekologis, sosial, dan ekonomis. Setelah menunggu selama kurang lebih 4 bulan akhirnya pertemuan berhasil dilakukan.

Berdasarkan data yang dihimpun JATAM Kaltim hingga tahun 2024, setidaknya teridentifikasi beberapa titik lokasi diduga tambang ilegal di Kalimantan Timur. Di antaranya Kabupaten Berau dengan 10 titik, Kabupaten Kutai Kertanegara sebanyak 111 titik, Kota Samarinda dengan 29 titik, Kabupaten Penajam Paser Utara dengan 16 titik, dan Kabupaten Kutai Barat dengan 2 titik.

“Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap praktik ilegal ini terkendala oleh berbagai masalah sistemik, termasuk lambatnyanya proses penegakan hukum, kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus, serta rendahnya kolaborasi antar pihak,” jelas Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari, Senin (1/7).

JATAM Kalimantan Timur menyoroti bahwa proses ini tidak hanya berdampak buruk terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan sumber daya alam, tetapi juga menunjukkan kelemahan pemerintah dalam menghadapi sindikat kriminal tambang.

“Oleh karena itu, kami mengajak PJ Gubernur untuk mengambil langkah-langkah serius dalam menanggapi isu ini dan menghadirkan solusi yang konkret dan berkelanjutan.”

Selain itu, JATAM Kaltim melihat bahwa masalah ini membutuhkan respons segera dan efektif dari pihak berwenang, mengingat dampak yang semakin meluas dan kerusakan lingkungan yang tidak terelakkan. Kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan LSM diperlukan untuk menjaga integritas wilayah Kalimantan Timur dari praktik ilegal yang merugikan ini.

JATAM Kaltim mendesak PJ Gubernur mempelajari opsi-opsi yang akan menghasilkan komitmen nyata untuk meningkatkan penegakan hukum, transparansi dalam proses penanganan kasus, serta membangun kerjasama yang lebih erat untuk melawan kegiatan ilegal yang merusak lingkungan dan menciptakan ketidakadilan sosial.

Di antaranya perlunya dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Independen Pemberantasan Tambang Ilegal Daerah yang terdiri dari perwakilan multipihak dan stakeholders yang berkaitan.

“Untuk hal ini JATAM Kaltim siap dan bersedia mendukung dan terlibat dalam upaya-upaya konstruktif ini demi kepentingan bersama dan keberlanjutan dalam menggalang pembentukan Satgas Independen ini dikarenakan kedaruratan dan kegentingannya,” jelasnya.

JATAM Kaltim datang dengan membawa konsep dan sejumlah dasar hukum dan kewenangan yang dapat dipertimmbangkan oleh Pj Gubernur dan Pemerintah Provinsi kaltim agar berani bertindak dan mengambil sikap.

Menurutnya, Pemberantasan dapat dimulai dari sejumlah kasus tambang dan pelabuhan Ilegal dapat dimulai dari berbagai Kasus yang dihadapi warga saat ini.

Di antaranya Pertambangan dan Pengangkutan Batubara Ilegal yang berlokasi di Kawasan Sumbersari dan Dusun Merangan, Desa Loh Sumber, yang keduanya berada di Kecamatan Loa Kulu Kutai Kartanegara yang sudah berlangsung sejak 2022.

Begitu juga sejumlah titik lokasi pelabuhan dan penumpukan batubara ilegal di RT 1, Desa Teluk Dalam, Tenggarong Seberang dan RT 18, Jalan Yos Sudarso, Loa Kulu Kota yang keduanya juga berada di Kutai Kartanegara.

Desakan Pembatalan Izin Tambang PT BMS

JATAM Kaltim juga membawa perwakilan warga Desa Sumbersari, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara yang merupakan wilayah lumbung pangan dan ekowisata Bukit Biru.

Mereka mengajukan permohonan pencabutan atau pembatalan izin usaha pertambangan batubara PT PT Borneo Mitra Sejahtera (BMS) yang terdaftar pada Kementerian ESDM dengan nomor 503/6109/IUP-OP/DPMPTSP/X2020 seluas 3.411 hektare.

“Kami minta untuk membatalkan dan mencabut surat kelayakan lingkungan hidup dan permintaan evaluasi dan pembatalan atas izin Lingkungan Hidup yang berkaitan,” jelas Mareta.

Desakan pembatalan diajukan karena operasi tambang PT BMS akan menyebabkan sejumlah dampak mulai dari ancaman produksi pangan seluas 1.416 hektare yang 80 persennya adalah kawasan pertanian.

Selain padi, desa ini juga menghasilkan sayur-sayuran dan hortikultura, yang terletak di dua RT, yaitu RT. 8, RT. 9, dan RT. 10. Luas lahan untuk sayur-sayuran mencapai 50 hektare.

Ancaman lain pada mayoritas profesi yang dikerjakan oleh warga Sumbersari adalah sebagai Petani dan Pengelola Kolam pembibitan Ikan, jelas perekonomian warga sangat bergantung pada layanan fungsi alam.

Ditambah lagi sudah ada Surat Keputusan (SK) Bupati Kutai Kartanegara Nomor 01.1/590/PL/DPPR/II/2022, pada tanggal 24 Februari 2022 tentang Penetapan Kawasan Pertanian komoditas padi di Kabupaten Kutai Kartanegara, sehingga sudah seharusnya izin pertambangan dan izin lingkungannya dicabut.

Ancaman berikutnya adalah lenyapnya potensi andalan ekowisata yang terkenal di Kalimantan Timur yakni ekowisata pendakian gunung Bukit Biru yang berada di sana. Padahal puncak bukit biru telah menjadi ikon dan telah didaki tidak hanya oleh wisatawan lokal anak-anak muda, pecinta alam namun juga sudah didaki oleh berbagai Pejabat hingga Bupati Kutai Kartanegara.

Berbagai lokasi atau situs wisata yang terancam oleh operasi penambangan ini di antaranya, wisata puncak Bukit Biru di RT 09, wisata embung mata air di RT 08, Wisata sejarah terowongan lori batu bara peninggalan Belanda dan Jepang di RT 04 dan RT 02 hingga Wisata edukasi kebun sayur mayur dan 10 homestay untuk wisatawan.

Ke semuanya akan kehilangan daya tarik dan penurunan kunjungan wisatawan apabila kelestarian alam dan lingkungan hidup disekitar rusak dan tercemar karena pertambangan batubara Ilegal.

“Jika terjadi maka ini juga berarti lenyapnya pendapatan yang sah yakni tambahan dari sektor pariwisata lokal ini yang termasuk pemasukan bagi pemerintah daerah dan negara,” jelas Mareta.

Apalagi Desa sumber sari juga telah ditetapkan sebagai Desa Wisata sesuai dengan dengan SK Bupati Kutai Kartanegara Nomor 602/SK-BUP/HK/2013, tanggal 23 Agustus 2013 tentang penetapan Lokasi Desa Wisata di Kabupaten Kutai Kartanegara.

9 kali dilihat, 3 kunjungan hari ini
Editor: Fariz Fadillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *