Diskusi Ngopi di Banjarmasin: Kala Trisakti Bung Karno Jadi Pemersatu

Anggota DPR RI Syamsul Bahri hadir dalam diskusi tradisi ngopi di Banjarmasin, Sabtu malam (8/6). apakabar.co.id/Rahim

apakabar.co.id, BANJARMASIN – Suasana guyub menemani diskusi tiga ajaran atau ‘trisakti’ Bung Karno di Tradisi Kopi, Kota Banjarmasin pada Sabtu malam (8/6).

Syamsul Bahri R (SBR), anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra hadir jadi pemantik. Ia merefleksi ideologi Bung Besar bersama sejumlah pemateri lainnya. Di antaranya Berry Nahdian Forqan, seorang aktivis yang kini menjabat Sekretaris DPD PDI-Perjuangan Kalimantan Selatan.

Dua pemantik itu membuka diskusi dengan menceritakan sejarah masing-masing partainya, dan menyepakati nilai-nilai Soekarnois ada di dalamnya. Baik PDIP maupun Gerindra.

Trisakti menguraikan gagasan berdaulat di bidang politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Hal itu turut disoroti oleh Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP ULM Siti Mauliana Hairini, Budayawan Noorhalis Majid, Ketua PITI Kalsel Winardi Suthiono, eks Sekdaprov Kalsel Abdul Haris Makie dan anggota DPRD Banjarmasin Sukhrowardi.

Di tiap sesi diskusi diisi oleh penyanyi lokal yang serupa khasnya ala Iwan Fals, yakni Tommy Fals. Ia membawakan beberapa lagu yang menyentuh nilai-nilai kemanusiaan.

Forum itu dimoderatori oleh Sukrowardi legislator yang juga berlatar aktivis dari fraksi Golkar. Forum tadi malam menghadirkan beragam tokoh sesuai kapasitasnya dalam membaca politik di daerah.

“Adanya gagasan Trisakti Bung Karno diharapkan negara kita berdaulat kuat. Tidak diinjak-injak secara politik, ekonomi dan budaya itu, dengan menghadirkan mereka (narasumber) sehingga mencapai kesepakatan untuk membangun daerah kita di Banua,” jelas Sukro.

Sejumlah tokoh Banua nimbrung dalam diskusi tradisi ngopi di Banjarmasin. apakabar.co.id/Rahim

Sukrowardi ingin mendengar langsung pandangan Syamsul Bahri akan sosok kepemimpinan Prabowo Subianto dalam tiga nilai ajaran Bung Karno di era pemerintahannya nanti.

Lantas, SBR menyoroti prosedur pembangunan daerah dalam kebijakan pusat. Mula-mula, ia bercerita bahwa semangat dan nilai Soekarno juga terdapat di Gerindra.

“Ini bajunya PDIP dan saya bajunya Gerindra, tetapi memiliki semangatnya dan secara nasionalisme juga meresapi nilai-nilai Bung Karno,” ungkap SBR, Ketua Gerakan Muslim Indonesia Raya (Gemira) Kalsel itu.

Kata SBR, visi Gerindra adalah nasionalisme agamis. Landasan nilainya memang di-setting seperti itu walau semangatnya adalah Bung Karno.

Bahkan, SBR menilai semangat Bung Karno dan Jenderal Besar TNI (Anumerta) Soedirman melekat pada sosok presiden terpilih Prabowo Subianto.

“Semenjak Bapak Prabowo jadi Menhan RI, gaya kepemimpinan seperti Bung Karno dalam menyiapkan banyak strategi pertahanan negara kita. Menjalin hubungan dengan Cina, Amerika hingga Timur Tengah itu, semuanya dirangkul,” ujarnya.

Indonesia perlu membangun komunikasi antar-negara demi mencapai generasi emas di tahun 2045. Ini beririsan dengan gelontoran anggaran besar pembangunan lima tahun mendatang.

“Inflasi di Indonesia hanya kisaran 3,05 persen saja. Masih di angka amanlah itu, apalagi nanti program makan siang tidak mengganggu terkait anggaran sebelumnya ihwal fisik maupun non-fisik,” jelas anggota Komisi Keuangan DPR RI ini.

“Karena ini adalah istilahnya kabinet bersama yaitu kabinet bersatu,” tutur bendahara NU Kalsel 2010 itu.

Politisi PDIP Kalsel, Berry Nahdian Forqan menegaskan kepada hadirin bahwa nilai-nilai daripada sosok Bung Karno tidak hanya dimiliki oleh PDIP saja. Menurutnya, klaim itu keliru.

“Konsepsinya AD/ART dari partai PDIP memang rumusan gagasan utama Bung Karno termuat di situ, sehingga kita akui bahwa satu-satunya partai yang memuat landasan nilai pertama itu,” jelasnya.

Mungkin, Berry berpandangan terkait partai lain cuma mengambil sebagian dasar nilai Bung Karno, tidak seutuhnya maka sah saja klaim tersebut. Sehingga, ia menyebut berbeda sekali dengan semangat dan visi PDIP mengusung nilai Nasionalisme Soekarnois secara utuh.

“Konsep gagasan Trisakti tidak semerta-merta muncul di negara kita, tetapi karena situasi dan kondisi yang mempengaruhi sosial, ekonomi dan budaya kita maka lahirlah tiga ajaran Bung Karno itu,” tandasnya.

104 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Fahriadi Nur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *