Prabowo Ditantang JATAM Ungkap Nama Pemain Besar Tambang Ilegal

Aktivitas penambang yang tidak mendapatkan izin dari Kementerian Kehutan. Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR di 15 Agustus 2025, hanya berisi retorika kosong.

Presiden memang mengutip Pasal 33 UUD 1945, bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat.

“Namun kenyataan menunjukkan hal sebaliknya: sumber daya dikuasai negara, tapi keuntungan mengalir ke segelintir korporasi, terutama yang dekat dengan lingkar istana dan parlemen,” kata Koordinator Divisi Kampanye JATAM, Alfarhat Kasman.

Prabowo menyebut lebih dari seribu tambang ilegal merugikan negara ratusan triliun rupiah, bahkan menantang “orang besar” yang membekingnya.

Pertanyaannya, kata dia, jika pemerintah tak gentar, mengapa praktik ini dibiarkan bertahun-tahun, termasuk di masa kepemimpinannya?

“Media berkali-kali melaporkan keterlibatan politisi, aparat, hingga mantan pejabat dalam jaringan tambang ilegal, lengkap dengan perusahaan cangkang sebagai kamuflase.”

Masalah juga bukan hanya tambang ilegal. Perusahaan berizin sah pun banyak melanggar hukum dan tetap beroperasi. Di Dairi, PT Dairi Prima Mineral (DPM) milik Bakrie Group tetap jalan meski izin lingkungannya dicabut dan kasasi di MA ditolak.

Di Pulau Wawonii, anak usaha Harita, PT Gema Kreasi Perdana (GKP), terus menambang meski izin lingkungan dan izin pinjam pakai hutan sudah dibatalkan.

Kasus serupa terjadi di Pulau Sangihe, di mana PT Tambang Mas Sangihe (TMS) tetap bertahan walau masyarakat menolak keras dan gugatan warga atas izin tambang menang di MA. Bahkan adik kandung Presiden pernah dikabarkan hendak membeli sahamnya.

Hampir semua perusahaan tambang di Indonesia terbukti merampas tanah, membuka kawasan konservasi, mencemari sungai dan laut, serta membiarkan lubang tambang menganga tanpa reklamasi.

Lubang-lubang ini telah merenggut nyawa anak-anak. Industri tambang, legal maupun ilegal, berwatak predatoris karena dilindungi negara.

“Dalam pidatonya, Prabowo hanya menekankan aspek ekonomi: kerugian negara. Ia abai pada penderitaan rakyat yang kehilangan ruang hidup, bahkan harus berhadapan dengan kekerasan dan kriminalisasi,” jelasnya.

Alih-alih menjadi solusi, menurut JATAM, pemerintah justru bagian dari masalah. Afiliasi politik dengan oligarki tambang membuat regulasi longgar, pengawasan lemah, dan hukum dijalankan tebang pilih.

“Karena itu, retorika Presiden soal tambang ilegal hanyalah mimpi di siang bolong,” jelasnya.

JATAM menantang Prabowo membuka daftar nama pemain besar tambang ilegal itu dalam tiga kali dua puluh empat jam. Jika tidak, pidato Presiden tak lebih dari bacot kosong yang menutupi kenyataan bahwa pemerintah hari ini berdiri bersama korporasi tambang, bukan rakyat dan lingkungan.

 

9 kali dilihat, 9 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *