apakabar.co.id, JAKARTA – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengungkapkan bahwa program orientasi atau retret bagi para kepala daerah yang berlangsung selama 8 hari di Akademi Militer (Akmil) Magelang menghabiskan anggaran hingga Rp13 miliar.
Program orientasi yang menghabiskan anggaran Rp13 miliar itu menjadi sorotan publik. Meski bertujuan untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan dan sinergi antar-pemerintah daerah, besarnya anggaran yang digunakan memicu diskusi tentang efisiensi dan efektivitas program.
Menurut Bima Arya, program orientasi itu bertujuan untuk memperkuat jiwa kepemimpinan, disiplin, dan wawasan kebangsaan para kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota. Kegiatan tersebut dirancang agar para pemimpin daerah dapat memahami tantangan nasional secara lebih menyeluruh dan mengembangkan pola pikir yang lebih strategis dalam mengelola pemerintahan di daerah masing-masing.
“Retret ini bukan sekadar pelatihan fisik, tetapi juga forum diskusi yang intensif tentang berbagai isu kebangsaan, pembangunan daerah, dan kebijakan publik. Kepala daerah diharapkan bisa lebih sinergis dalam menjalankan tugasnya setelah mengikuti program ini,” ujar Bima Arya saat konferensi pers di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, Jumat (21/2).
Anggaran sebesar Rp13 miliar yang digunakan dalam program ini mencakup berbagai kebutuhan, seperti akomodasi, konsumsi, transportasi, materi pelatihan, serta honorarium para pengajar dan fasilitator. Bima Arya menekankan bahwa seluruh anggaran tersebut sudah direncanakan secara matang dan sesuai dengan standar yang berlaku.
“Setiap rupiah yang dikeluarkan sudah melalui proses perencanaan dan pengawasan yang ketat. Kami memastikan bahwa anggaran tersebut digunakan secara efektif untuk mendukung pencapaian tujuan program,” imbuhnya.
Pernyataan Bima Arya mengenai besarnya anggaran untuk retret ini memicu beragam reaksi dari masyarakat dan pengamat kebijakan. Sebagian pihak menilai bahwa program tersebut bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas kepemimpinan kepala daerah. Namun, ada pula yang mempertanyakan efisiensi penggunaan anggaran di tengah tantangan ekonomi yang masih dihadapi oleh masyarakat.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Firman Manan, dikutip dari Pikiran Raykat mengkritik program retret kepala daerah di Akademi Militer Magelang yang menelan biaya Rp13 miliar. Ia menilai bahwa kegiatan tersebut belum tentu menghasilkan capaian yang luar biasa dan kontradiktif dengan kebijakan efisiensi anggaran yang sedang dijalankan pemerintah.
Selain itu, pengamat komunikasi politik, Kunto Adi Wibowo, dikutip kompas.tv, menyatakan bahwa di tengah upaya efisiensi yang didorong oleh pemerintah, pelaksanaan retret ini terasa kontradiktif. Ia menekankan pentingnya konsistensi antara pesan efisiensi dan tindakan yang dilakukan pemerintah.
Di sisi lain, anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, berpendapat bahwa retret kepala daerah diperlukan untuk menciptakan kekompakan dan sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah. Menurutnya, biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang dihasilkan.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, juga menegaskan bahwa biaya retret sebesar Rp13,2 miliar akan dimanfaatkan untuk membantu kepala daerah mengelola anggaran daerah senilai Rp 1.300 triliun. Ia menilai bahwa biaya tersebut relatif kecil dibandingkan dengan manfaat yang akan diperoleh.
Menanggapi masukan dari berbagai pihak, Bima Arya menyatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri akan terus mengevaluasi program ini, baik dari segi pelaksanaan maupun hasil yang dicapai. Ia juga memastikan bahwa laporan penggunaan anggaran akan disampaikan secara transparan kepada publik.
“Kami terbuka untuk menerima masukan dan akan terus memperbaiki program ini agar manfaatnya dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat di daerah,” tegasnya.
Pemerintah berkomitmen untuk terus mengevaluasi dan memastikan bahwa setiap anggaran yang dikeluarkan dapat memberikan manfaat nyata bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.