Opini  

Alarm Peringatan Turunnya Pendapatan Negara

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Foto: Antara

Oleh: Awalil Rizky*

Pendapatan Negara selama lima bulan berjalan tahun 2025 hanya sebesar Rp995,3 triliun. Kinerja itu merupakan 33,1% dari target APBN 2025 yang sebesar Rp3.005,1 triliun. Capaian terendah selama ini, bahkan lebih rendah dari saat pandemi 2020 (37,33%). Namun, pemaparan siaran pers APBN Kita tidak memperlihatkan “sense of crisis” dari Menteri Keuangan dan jajarannya.

Tabel realisasi postur APBN realisasi sampai dengan 31 Mei 2025 yang dilaporkan juga tidak seperti biasanya, yaitu tidak menyajikan perbandingan dengan capaian tahun sebelumnya. Ternyata, realisasi untuk kurun waktu serupa mengalami kontraksi atau turun sebesar 11,41%.

Penurunan atau kontraksi tertinggi dari realisasi lima bulan pertama APBN selama ini. Bahkan lebih buruk dibanding saat pandemi tahun 2020 yang kontraksi sebesar -9,02%. Dan melanjutkan tren kontraksi pada 2024 yang sebesar 7,07%.

Pendapatan Negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan Negara mencakup semua penerimaan negara dalam satu tahun anggaran yang menambah ekuitas dana lancar dan tidak perlu dibayar kembali oleh negara. Pendapatan Negara dalam postur APBN terdiri dari: Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.

Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional. Saat ini, penerimaan pajak dalam negeri terdiri atas penerimaan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), cukai, dan pajak lainnya. Sementara itu, penerimaan pajak perdagangan internasional terdiri atas bea masuk dan bea keluar.

Baca juga: Ekonomi Dunia Tak Pasti, Indonesia Harus Pasti

Penerimaan Perpajakan selama lima bulan berjalan tahun 2025 hanya sebesar Rp806,2 triliun, yang lebih rendah dibanding tahun 2022, 2023 dan 2024. Kinerja itu merupakan 32,40% dari target APBN 2025 yang sebesar Rp2.490,1 triliun. Capaian yang terendah dalam enam tahun terakhir, dan bahkan lebih rendah dari saat pandemi 2020 (35,98%).

Meski tidak disajikan dalam tabel realisasi postur APBN, dapat dihitung dari data yang tersedia bahwa terjadi kontraksi atau turun sebesar 7,28% dibanding tahun lalu. Penurunan atau kontraksi termasuk yang tinggi selama ini. Kontraksinya hampir setara saat pandemi tahun 2020 yang sebesar 7,87%. Melanjutkan tren kontraksi pada 2024 yang sebesar 8,36%.

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung.

Acuan hukum yang lebih tinggi tercantum pada UUD 1945 Pasal 23A. Disebutkan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Penerimaan Pajak selama lima bulan berjalan tahun 2025 hanya sebesar Rp683,3 triliun, yang lebih rendah dibanding tahun 2022, 2023 dan 2024. Kinerja itu merupakan 31,20% dari target APBN 2025 yang sebesar Rp2.189,3 triliun. Capaian yang terendah selama ini, dan bahkan lebih rendah dari saat pandemi 2020 (35,45%).

Baca juga: Solusi Palsu Pemukul Mimpi Kelas Menengah

Penerimaan Pajak pun alami kontraksi atau turun sebesar 10,14% dibanding tahun lalu. Penurunan atau kontraksi tertinggi selama lima tahun terakhir. Kontraksinya hampir setara saat pandemi tahun 2020 yang sebesar 10,82%.

Sementara itu, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hanya sebesar Rp188,7 triliun. Merupakan 36,7% dari target APBN 2025 yang sebesar Rp513,6 triliun. Capaian yang relatif setara dengan tahun 2023 dan 2024.

Akan tetapi capaian itu juga disebabkan target PNBP dalam APBN 2025 yang justeru lebih rendah dari realisasi setahun 2024 yang sebesar Rp579,57 triliun. Namun harus diakui bahwa laju pertumbuhan realisasi PNBP selama lima bulan pertama 2025 cukup baik yakni sebesar 12,62% dibanding 2024.

Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa kinerja Pendapatan Negara terbilang buruk. Jika dilihat dalam hal penerimaan Perpajakan dan penerimaan Pajak yang juga buruk, maka bisa memperkuat indikasi bahwa perekonomian sedang tidak baik-baik saja. Termasuk penurunan daya beli masyarakat yang masih berlangsung, melanjutkan tren kondisi tahun lalu.

Pada tahun lalu, penerimaan perpajakan dan penerimaan pajak tidak mencapai target (shortfall). Dari realisasi lima bulan ini, maka kemungkinan besar juga demikian dan bahkan bisa lebih buruk.

Baca juga: Warning! Masyarakat Semakin Sulit Memperoleh Pekerjaan

Pada tahun lalu, kinerja pendapatan terbantu oleh PNBP yang jauh melampaui target. Pada tahun 2025 ini, kinerja PNBP belum bisa dipastikan akan sebaik 2024, karena perkembangan berbagai harga komoditas yang tidak pasti.

Penulis menilai Kemenkeu dari siaran pers APBN Kita lalu masih tidak mengakui pelemahan dinamika perekonomian nasional selama ini. Secara umum tidak terlihat suasana khawatir atau “sense of crisis” yang diperlukan agar seluruh komponen bangsa bersimpati atas kondisi yang dihadapi Pendapatan Negara.

Menkeu dan jajarannya terkesan sombong dan seolah mengatakan segala sesuatunya masih baik dan berjalan sesuai rencana mereka. Menunjukkan sikap yang tidak terpuji dari pengelola keuangan negara.

*) Ekonom Bright Institute

4 kali dilihat, 4 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *