NEWS

Mengapa Jaksa Tri yang Di-OTT KPK Kabur ke Batulicin?

Tersangka Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Taruna Fariadi, ditahan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (22/12/2025). Foto: Hukumonline.co
Tersangka Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Taruna Fariadi, ditahan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (22/12/2025). Foto: Hukumonline.co
apakabar.co.id, JAKARTA -Operasi tangkap tangan KPK dilakukan di Amuntai. Namun pelarian Jaksa Tri Taruna Fariadi justru berakhir 218 kilometer dari lokasi. Jejak kaburnya memunculkan spekulasi mengenai kemungkinan jaringan di baliknya.

OPERASI tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap jajaran Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU) dilakukan di Amuntai, Kalimantan Selatan. Namun salah satu tersangka, Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari HSU Tri Taruna Fariadi, justru melarikan diri hingga ke Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu.

Pelarian Tri Taruna memunculkan tanda tanya besar. Mengapa Batulicin yang dipilih, bukan wilayah terdekat dari Amuntai. Berdasarkan informasi yang diperoleh media ini, Tri Taruna diduga sempat bergerak ke wilayah daratan Kotabaru sebelum akhirnya ditangkap tim gabungan di Batulicin pada Minggu (21/12/2025) dini hari. Jalur ini sekaligus mematahkan isu yang sempat beredar bahwa ia kabur ke Madura.


Sehari setelah penangkapan, Senin (22/12/2025) siang, Tri Taruna tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Mengenakan jaket hitam dan masker, mantan Kasi Pidsus Kejari Banjar itu dikawal ketat aparat bersenjata saat turun dari mobil dinas Kejaksaan.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut penangkapan dan penyerahan Tri Taruna merupakan hasil sinergi Kejaksaan Agung dan KPK. “Selanjutnya langsung dilakukan pemeriksaan. Ini bentuk saling dukung dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi,” ujar Budi.

Sebelumnya, KPK menyebut pelarian Tri Taruna sejak 18 Desember 2025 sempat diwarnai perlawanan. Tersangka diduga menabrakkan kendaraan ke arah petugas sebelum melarikan diri. Namun, Tri Taruna membantah tudingan tersebut.

“Enggak pernah saya nabrak,” kata Tri Taruna singkat kepada awak media.


Kasus ini merupakan bagian dari OTT KPK ke-11 sepanjang 2025 yang digelar di Kabupaten Hulu Sungai Utara pada 18 Desember 2025. Sehari kemudian, KPK mengumumkan penangkapan enam orang dan menyita uang ratusan juta rupiah yang diduga terkait pemerasan.

Pada 20 Desember 2025, KPK menetapkan Kepala Kejari HSU Albertinus Parlinggoman Napitupulu, Kasi Intel Asis Budianto, dan Tri Taruna Fariadi sebagai tersangka dugaan pemerasan dalam proses penegakan hukum tahun anggaran 2025–2026. Saat itu, hanya Albertinus dan Asis yang langsung ditahan. Tri Taruna sempat lolos.

Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan Tiyas Widiarto menyatakan pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan. “Kami mendukung proses hukum yang berjalan,” kata Tiyas.

Seiring penetapan tersangka, Kejaksaan Agung memberhentikan sementara ketiga pejabat tersebut dari jabatan dan menonaktifkan status PNS mereka hingga ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Di tengah proses hukum itu, pelarian Tri Taruna masih menyisakan pertanyaan. OTT dilakukan di Amuntai, tetapi pelarian justru menuju Batulicin. 


Atas hal tersebut, media ini mengajukan permohonan klarifikasi kepada Direktur Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu dan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo. Sampai sore ini tak ada respons. Ketua Gerakan Jalan Lurus Kalimantan Selatan, Anang Rosadi Adenansi, mendesak KPK dan Kejaksaan Agung membuka secara terang benderang proses penyidikan kasus tersebut, termasuk detail kronologis penangkapan Tri Taruna Fariadi.

“Termasuk, apa alasan dia memilih Batulicin sebagai tujuan pelarian, apakah terdapat faktor tertentu yang melatarbelakanginya, serta kemungkinan adanya jaringan atau pihak lain yang membantu atau memfasilitasi pelarian tersebut, aparat harus membuka ini semua,” kata Anang Rosadi, Kamis (25/12).

Menurut Anang, KPK juga perlu mengevaluasi apakah pola pelarian tersebut menunjukkan kecenderungan buronan memilih wilayah yang dianggap aman karena faktor jejaring sosial maupun ekonomi tertentu. Selain itu, ia menekankan pentingnya kepastian hukum terhadap perkara-perkara lain yang ditangani Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara pascaoperasi tangkap tangan.

“Tentu publik berharap tetap ada kepastian hukum terhadap kasus-kasus dugaan penyalahgunaan anggaran negara yang sedang berjalan di Kejari HSU," ujarnya.