SPORT
DKI Jakarta Genjot Regenerasi Atlet Usai Sukses di POPNAS XVII
apakabar.co.id, JAKARTA - Seksi Wartawan Olahraga Persatuan Wartawan Indonesia DKI Jakarta (Siwo PWI Jaya) bersama Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) DKI Jakarta menggelar diskusi bertajuk “Evaluasi POPNAS XVII 2025: Strategi Pembinaan Atlet Muda DKI Jakarta Secara Menyeluruh” di Gedung KONI DKI Jakarta, Tanah Abang, Kamis (13/11/2025).
Diskusi ini menjadi ajang refleksi dan perumusan arah baru pembinaan olahraga Ibu Kota, pasca DKI Jakarta meraih hasil membanggakan di ajang Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) XVII dan Pekan Paralimpik Pelajar Nasional (PAPPERNAS) XI.
Acara ini menghadirkan sejumlah tokoh penting olahraga Jakarta, seperti Ketua Umum KONI DKI Jakarta Hidayat Humaid, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI Jakarta Andri Yansyah, Sekretaris Umum Pengprov Wushu DKI Herman Wijaya, serta Kepala Pusat Pelatihan Olahraga Pelajar (PPOP) DKI Jakarta, Rusdiyanto.
Ketua Siwo PWI Jaya Nonnie Rering menegaskan bahwa diskusi ini bukan sekadar refleksi, tetapi langkah konkret untuk memperkuat sistem pembinaan atlet DKI Jakarta agar lebih profesional dan berkelanjutan.
“Kami berharap diskusi ini menjadi momentum untuk melahirkan strategi pembinaan yang berkelanjutan, agar atlet muda DKI tak hanya berjaya di level daerah, tapi juga berprestasi di tingkat nasional dan internasional,” ujar Nonnie.
Senada dengan itu, Ketua PWI Jaya Kesit B. Handoyo menegaskan pentingnya menjaga loyalitas dan pembinaan atlet muda agar potensi mereka tidak diambil daerah lain.
“Atlet muda DKI yang berprestasi jangan sampai ‘diculik’ atau dimanfaatkan oleh daerah lain,” pesannya.
Piramida Pembinaan Olahraga DKI
Dalam paparannya, Ketua Umum KONI DKI Jakarta Prof. Hidayat Humaid memperkenalkan konsep “Piramida Pembinaan Olahraga Prestasi”, yang menekankan kesinambungan antara pembinaan usia dini, pelajar, dan atlet profesional.
Menurutnya, Dispora berperan membina atlet pelajar dan mahasiswa, sementara KONI DKI bertanggung jawab pada pembinaan prestasi di tingkat profesional dan nasional.
“Olahraga itu mendewakan proses. Kalau prosesnya bagus, hasilnya pasti bagus. Kita harus memastikan pembinaan tidak terputus saat atlet lulus dari PPOP dan masuk perguruan tinggi, karena di usia itulah performa atlet biasanya mencapai puncaknya,” ujarnya.
Ia menyoroti tantangan desentralisasi pembinaan pasca-POPNAS, ketika atlet kembali ke rumah dan tak lagi menjalani latihan intensif seperti saat di PPOP.
Hidayat mengajak semua pihak untuk membangun sistem pembinaan terintegrasi dan berkelanjutan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dari sekolah hingga KONI.
Sementara itu, Kepala Dispora DKI Jakarta Andri Yansyah menegaskan perlunya manajemen olahraga yang tegas dan profesional. Ia menyebut hasil POPNAS menjadi cermin bagi pemerintah daerah untuk melakukan pembenahan total.
“Olahraga harus apa adanya. Kalau pengurus atau pelatih tidak berkinerja baik, harus berani diganti. Cabang olahraga yang tidak berprestasi wajib dievaluasi dan diperbaiki,” ujarnya tegas.
Kepala PPOP DKI Jakarta, Rusdiyanto, memaparkan skema pembinaan atlet muda yang telah dijalankan pihaknya. Sistem tersebut mencakup tahapan mulai dari identifikasi dan rekrutmen, program latihan terencana, pembinaan karakter dan mental juara, dukungan akademik dan sosial, hingga evaluasi berkala melalui sistem promosi dan degradasi.
“Kami juga bekerja sama dengan Dinas Pendidikan agar atlet bisa tetap bersekolah tanpa mengganggu kegiatan akademis,” terang Rusdiyanto.
Ia menegaskan, PPOP berperan penting sebagai penghubung antara pembinaan pelajar menuju jenjang PPLM, Pelatda, hingga Pelatnas.
Dari sisi cabang olahraga, Herman Wijaya, Sekum Pengprov Wushu DKI Jakarta, menyampaikan rasa syukurnya atas hasil positif yang diraih tim Wushu di POPNAS XVII.
“Ini kali kedua Wushu DKI tampil di POPNAS, dan kami berhasil membawa pulang enam emas, dua perak, serta tiga perunggu,” ungkapnya.
Editor:
RAIKHUL AMAR
RAIKHUL AMAR

