SPORT

PSTI Minta Menpora dan KONI Tindak Oknum Pembuat Surat Caretaker

Pengurus Persatuan Sepaktakraw Indonesia (PSTI) usai menyampaikan aspirasi dan permintaan klarifikasi kepada pihak KONI Pusat di Jakarta, Senin (13/10). Foto: istimewa
Pengurus Persatuan Sepaktakraw Indonesia (PSTI) usai menyampaikan aspirasi dan permintaan klarifikasi kepada pihak KONI Pusat di Jakarta, Senin (13/10). Foto: istimewa
apakabar.co.id, JAKARTA —
Pengurus Persatuan Sepaktakraw Indonesia (PSTI) pimpinan Asnawi Abdul Rahman meminta Menteri Pemuda dan Olahraga Erick Thohir serta Ketua Umum KONI Marciano Norman untuk turun tangan menyelesaikan kegaduhan di tubuh organisasi. 

Permintaan itu disampaikan menyusul munculnya isu pembentukan karetaker dan penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Makassar.

Dalam pertemuan dengan pihak KONI di Senayan, Jakarta, Senin (13/10), Ketua PSTI Riau, Rudianto Manurung, menyatakan bahwa organisasi sebenarnya berjalan baik. Namun, munculnya oknum-oknum yang menyebarkan surat caretaker membuat situasi internal menjadi gaduh.

“Sebenarnya organisasi kami baik-baik saja, tapi ada oknum-oknum yang membuat gaduh dengan menyebarkan surat caretaker. Kami meminta tolong Pak Menpora Erick Thohir dan Ketua KONI Marciano untuk menindak tegas mereka,” ujar Rudianto.


Ketua Umum PSTI, Asnawi, yang telah dua periode memimpin organisasi, turut mempertanyakan keputusan pembentukan caretaker yang dilakukan tanpa sepengetahuan pengurus sah. 

Ia menyebut surat keputusan tersebut telah menyebar ke sejumlah pihak, padahal pengurus pusat dan daerah belum menerima pemberitahuan resmi.

“Saya memang sudah bukan siapa-siapa lagi di sini. Tapi anggota yang hadir di Munas Sukabumi Desember lalu mempertanyakan soal adanya caretaker. Bahkan SK-nya sudah menyebar, tapi kami tidak diberi tahu. Makanya kami datang ke KONI untuk mempertanyakan langsung. Dalam SK Caretaker juga tercantum dua nama dari kubu lain yang jelas punya kepentingan,” tegas Asnawi.

Sekjen PSTI, Herman Andi, menambahkan bahwa dasar hukum yang dipakai untuk mengeluarkan SK Caretaker belum sah secara hukum. 

Menurutnya, putusan arbitrase tidak memiliki kekuatan eksekusi sebelum didaftarkan ke pengadilan negeri. Namun, KONI sudah mengeluarkan dua SK caretaker pada 3 dan 7 Oktober, yang dianggap sangat prematur.

“Keputusan ini sungguh sangat prematur. Kami mohon perhatian KONI, Menpora, dan Pak Prabowo. Tolong selamatkan organisasi sepak takraw ini, jangan dijadikan boneka oleh segelintir orang yang punya kepentingan,” ungkap Herman.


Sebelumnya, sejumlah isu terkait pembentukan caretaker dan rencana Munaslub pada 25 Oktober mendatang telah beredar luas di kalangan internal PSTI, meski pengurus sah belum menerima informasi resmi. 

Hal ini memicu gelombang ketidakpuasan dari berbagai pengurus provinsi yang mempertanyakan legalitas keputusan tersebut.

Polemik ini menambah panjang daftar konflik internal cabang olahraga sepaktakraw, yang sebelumnya sempat mengalami dualisme kepemimpinan. 

Kini, semua pihak menanti langkah tegas dari pemerintah dan KONI untuk menjaga keberlangsungan organisasi agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak berkepentingan.