News  

Bupati Penajam Terseret Skandal Rita, KPK Didesak Transparan

Bupati PPU Mudyat Noor saat meninggalkan Kantor BPKP Wilayah Kaltim setelah dipanggil KPK terkait skandal gratifikasi Rita Widyasari. Foto: Tribun

apakabar.co.id, JAKARTA – KPK diminta bersikap lebih terbuka dalam perkara dugaan keterlibatan Bupati Penajam Paser Utara, Mudiyat Noor, dalam kasus korupsi yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

Akademisi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai transparansi KPK penting agar proses hukum berjalan objektif dan tidak menimbulkan spekulasi publik.

“Yang perlu diurai lebih dulu oleh KPK adalah sejauh mana keterkaitan Mudiyat dengan kasus Rita. Ini tidak ada hubungannya dengan statusnya sebagai Bupati Penajam Paser Utara,” kata Herdiansyah, yang akrab disapa Castro, Rabu (30/4).

Castro menegaskan, jika dugaan gratifikasi menjadi dasar pemeriksaan, KPK harus mampu membuktikan apakah Mudiyat pernah menerima uang yang berkaitan dengan transaksi bisnis Rita Widyasari.

“Kalau memang ada transaksi yang melibatkan keduanya, maka hubungan bisnis itu yang mesti dijelaskan. Penyidik KPK harus mampu mengurai keterhubungan tersebut, baik dalam bentuk aliran uang maupun bentuk lainnya,” ujarnya.

Ia juga mengkritik lambatnya penanganan perkara oleh KPK. Menurutnya, fakta-fakta persidangan seharusnya bisa menjadi pintu masuk untuk segera menindaklanjuti kasus, tanpa perlu menunggu bertahun-tahun.

Seperti diketahui, nama Mudiyat pernah disebut dalam persidangan kasus Rita dan dikaitkan dengan sejumlah transaksi.

“Seharusnya perkara seperti ini dikejar sejak awal, bukan dibiarkan mengendap. KPK harus bekerja cepat agar jejak kasus tidak hilang,” tegas Castro.

“Kalau ditangani sejak awal, tudingan bahwa KPK dijadikan alat politik pun bisa dihindari,” sambungnya.

Castro menilai keterlambatan KPK justru membuka ruang spekulasi dan perdebatan liar di tengah masyarakat.

“KPK punya alat untuk melacak aliran uang. Siapa memberi, siapa menerima, berapa jumlahnya. Itu bukan hal yang sulit. Kalau bisa dilakukan dari awal, kenapa harus menunggu?” imbuhnya.

Terkait pemeriksaan terhadap Mudiyat Noor, Castro menilai sudah seharusnya sebagai pejabat publik ia bersikap kooperatif dalam memenuhi panggilan penyidik.

“Kalau tidak merasa bersalah, mestinya dijalani saja dengan santai. Tidak perlu reaksi berlebihan. Dan kalau nanti ditetapkan sebagai tersangka, masih ada jalur hukum seperti praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya langkah penyidik,” ungkapnya.

Sementara itu, KPK mulai angkat bicara. Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Asep Guntur, memastikan bahwa pemeriksaan kali ini berkaitan dengan dugaan pemberian fee per metrik ton dari 100 izin tambang yang dikeluarkan Rita Widyasari selama menjabat sebagai Bupati Kukar.

“Kenapa baru diperiksa sekarang? Karena ada perkara lain. Tapi ini masih terkait dengan perkara RW,” kata Asep saat dihubungi media ini, Rabu (30/4).

Sejumlah pihak juga mendorong agar KPK turut menggunakan pasal tindak pidana pertambangan dan menertibkan praktik ilegal di sektor tambang yang diduga terkait dengan jaringan Rita.

Namun, menurut Asep, fokus KPK saat ini masih pada aspek tindak pidana korupsinya.

“Kami fokus menangani tindak pidana korupsinya,” ujarnya.

Sebagai informasi, Rita telah ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sejak 16 Januari 2018, bersama Khairudin, mantan anggota DPRD Kukar sekaligus orang kepercayaannya dalam kelompok yang dikenal sebagai “Tim 11”.

Mereka diduga menerima gratifikasi dari berbagai pihak, mulai dari fee proyek, perizinan, hingga pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBD Kukar.

Total dugaan korupsi yang mereka kuasai diperkirakan mencapai Rp436 miliar.

 

5 kali dilihat, 5 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *