News  

Dipuji Ketua DPRD Kaltim, Kinerja Gubernur Menuai Kritik

Gubernur Kalimantan Selatan, Rudy Mas’ud

apakabar.co.id, JAKARTA – Penilaian Ketua DPRD Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, atas 100 hari kerja Gubernur Rudy Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji menuai kritik tajam.

Bukan hanya karena substansi pujian, tetapi karena siapa yang menyampaikannya: sang kakak memuji adik kandungnya sendiri.

Pujian itu disampaikan Hamas (sapaan Hasanuddin) usai Rapat Paripurna DPRD, Rabu (28/5). Menurutnya, kinerja Rudy-Seno cukup baik, baik secara pribadi maupun kelembagaan.

“Kalau secara pribadi, saya lihat kinerja Pak Gubernur bagus. Setiap Senin sampai Rabu ada rapat-rapat maraton membahas soal Kaltim,” kata Hamas.

DPRD, kata dia, telah membahas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan drat-nya tinggal menunggu pengesahan. “Tinggal diketok,” ujarnya, dikutip dari Selasar.

Meski begitu, Hamas mengakui belum ada evaluasi resmi DPRD atas kinerja Pemprov. “Kita belum ketemu langsung pertanggungjawabannya. Tapi kalau lihat aktivitasnya, rapat-rapat itu di kantor gubernur, bukan di hotel. Itu positif menurut saya,” tambahnya.

Ia juga mengeklaim hubungan DPRD dan Pemprov semakin baik. Terutama lewat koordinasi dengan Sekretaris Daerah. “Kami sudah mulai dapat koordinasi. Baguslah,” tutupnya.

Namun, pernyataan ini dinilai problematik. Sebab tidak objektif. “Ketua DPRD memberi penilaian 100 hari kepemimpinan gubernur, yang notabene saudaranya sendiri. Apa mungkin penilaiannya buruk? Omong kosong,” ujar Akademisi Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, Jumat (30/5).

Castro, sapaan akrab Herdiansyah, mengaitkan hal ini dengan bahaya politik dinasti. Dalam kertas kerjanya “Korupsi dan Fenomena Dinasti Politik di Kalimantan Timur” (2020), ia mencatat keluarga Mas’ud sebagai salah satu dari tujuh klan politik paling berkuasa di provinsi ini, dengan jejaring dari legislatif hingga kepala daerah.

Adik Hasanuddin lainnya, yakni Rahmad Masud saat ini juga menjabat Wali Kota Balikpapan. Si paling bungsu, Gafur Masud, dulunya Bupati Penajam. Sementara, istri Rudy sendiri adalah anggota DPR RI dari Kaltim.

Castro melihat ketika kekuasaan terkonsentrasi dalam satu keluarga, fungsi check and balance berpotensi lumpuh.

“Dinasti politik memang tidak serta-merta korup, tapi condong menciptakan ketimpangan dan membuka jalan korupsi,” tulisnya.

Castro menilai akumulasi kekuasaan dan kekayaan dalam dinasti politik melahirkan karakter kekuasaan yang korup. “Reputasi bisa dibangun, tapi watak kekuasaan yang korup sulit disembunyikan,” lanjut Castro.

Menurut Castro, situasi semacam ini seharusnya menjadi perhatian serius lembaga pengawas seperti KPK dan Kejaksaan.

Sebab, dinasti politik bukan hanya soal kekerabatan. Melainkan soal konsentrasi kuasa, sumber daya, dan impunitas, yang jika dibiarkan, bisa menjadi ancaman bagi demokrasi lokal.

“Enggak usah ngomong [bagaimana penilaian] yang fair-lah di bawah kendali dinasti. Akan rusak cara berpikir kita,” kata Castro menjawab pertanyaan media ini.

Perlu Ekstra Kontrol

Pengajar politik Universitas Islam Kalimantan, Uhaib As’ad, melihat situasi ini tak ubahnya “jeruk makan jeruk”. “Satunya kepala pemerintahan, satunya lagi pimpinan legislatif. Ini yang dinamakan pusaran politik family [keluarga],” ujarnya saat dihubungi terpisah, Jumat (30/5).

Senada, Uhaib lantas mempertanyakan objektivitas DPRD dalam mengontrol Pemprov. “Siapa mengontrol siapa? DPRD seharusnya jadi alat kontrol terhadap eksekutif. Tapi bagaimana bisa objektif kalau gubernurnya adik kandung Ketua DPRD?”

Menurut Uhaib, hubungan darah itu mengaburkan fungsi pengawasan. “Ini bukan sekadar konflik kepentingan, tapi penyimpangan struktural dalam sistem demokrasi. Tidak ada lagi objektivitas,” tegasnya.

Bagi Uhaib, tentu ini preseden buruk. “Kalau saling sanjung-menyanjung begini, bagaimana kritisisme bisa tumbuh? Demokrasi di Kaltim sedang dicederai.”

Karena itu, Uhaib menilai perlu kontrol tambahan dari luar parlemen. “Rakyat tentu paham. Tapi sekarang yang dibutuhkan adalah pengawasan dari aktor-aktor eksternal, masyarakat sipil, aktivis, dan media massa. Karena apa yang bisa diharap dari DPRD jika ketuanya adalah kakak kandung sendiri?”

 

41 kali dilihat, 41 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *