apakabar.co.id, JAKARTA – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyatakan menolak mengenai rencana penghapusan Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang akan ditentukan nasibnya oleh Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi dalam waktu dekat. Khususnya setelah dilakukan pembahasan dengan DPRD Jakarta.
Koordinator Nasional JPPI, Ubeid Matraji menerangkan kabar penghapusan KJP ini bermula dari rencana penerapan sekolah bebas biaya tahun 2025 di Jakarta. Kebijakan tersebut nantinya akan menyasar sekolah negeri dan swasta di Jakarta.
“Jika KJP ini dihapus, maka akan melahirkan masalah baru dan memicu diskriminasi dalam pelayanan dasar pendidikan di Jakarta. Berdasarkan data JPPI, penghapusan KJP ini memicu kesenjangan dan diskriminasi baru di sektor pendidikan,” katanya dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Rabu (20/11).
Baca juga: JPPI: Mahalnya Biaya Sekolah Picu Inflasi
Kesenjangan dan diskriminasi yang dimaksud akan menyasar 295.000 anak terancam putus sekolah di sekolah negeri. Mereka merupakan penerima KJP yang saat ini belajar di sekolah negeri yang sudah menikmati sekolah bebas biaya di negeri dan juga mendapatkan KJP.
“Artinya, sekolah bebas biaya yang rencananya akan diberlakukan 2025 itu sudah lama mereka nikmati, sebab mereka belajar di sekolah negeri. Mereka juga mendapatkan KJP,” ujarnya,
Selain itu, sebanyak 238.000 anak terancam putus sekolah di sekolah swasta. Mereka adalah penerima KJP di sekolah swasta. Mereka akan menikmati kebijakan sekolah tanpa dipungut biaya, tetapi mengamputasi hak mereka untuk mendapatkan KJP.
Perlu diketahui, kata Ubeid, kebutuhan biaya pendidikan itu tidak hanya soal bayar SPP, tapi masih banyak urusan lainnya, mulai dari seragam, sepatu, buku, tas, peralatan sekolah, dan urusan penunjang pendidikan lainnya.
Baca juga: Makan Bergizi Gratis, JPPI: Hanya Pencitraan dan Buang Anggaran Percuma
Karena itu, JPPI menyatakan sikapnya mendukung kebijakan Pemprov Jakarta untuk segera melaksanakan sekolah bebas biaya di Jakarta. Kebijakan tersebut menurutnya harus bisa diterapkan di semua jenis lembaga pendidikan.
Sebab, ini adalah kewajiban konstitusional yang wajib dijalankan oleh pemerintah dan bisa diberlakukan di semua jenis satuan pendidikan, baik di negeri atau swasta, baik di sekolah atau madrasah.
Di sisi lain, JPPI menyatakan menolak rencana penghapusan KJP di Jakarta. Perkara ini sering disalahpahami oleh banyak kalangan. Sebab, dengan diberlakukannya sekolah bebas biaya di Jakarta, bukan berarti KJP tidak dibutuhkan lagi.
“Kebutuhan anak di luar sekolah itu masih sangat banyak, karena itu KJP sangat membantu terutama bagi kalangan tidak mampu. Jika KJP di hapus, justru malah mengundang potensi anak Jakarta putus sekolah,” terangnya.
Baca juga: JPPI: Hanya Butuh 84 Triliun untuk Biayai Semua Anak di Sekolah Swasta
Ubeid menekankan agar KJP harus jalan beriringan dengan kebijakan sekolah bebas biaya. Menurutnya hal ini adalah dua perkara yang berbeda. Sekolah bebas biaya ini bagian dari penerapan program wajib belajar 12 tahun di Jakarta untuk semua anak usia sekolah.
Sementara itu KJP adalah tidak untuk semua, tapi skema khusus untuk peserta didik yang berasal dari keluarga pra-sejahtera. Jadi mestinya, program ini bisa jalan beriringan, bukan malah saling menegasikan.
Termasuk di antaranya juga menjaga dan melanjutkan legacy yang baik di Jakarta. Kebijakan KJP, kata Ubeid, termasuk praktik baik dalam penuntasan akses pendidikan di Jakarta. Program ini sudah digagas dan dipertahankan oleh 4 gubernur Jakarta yang mestinya dilanjutkan dan disempurnakan, bukan malah dihapus.
“Perlu penguatan regulasi, pendataan, dan pelibatan masyarakat dalam audit KJP. Meski ini program baik dan sangat membantu masyarakat, praktik di lapangan ditemukan banyak tantangan, seperti tidak tepat sasaran, penyalahgunaan, dan juga pencairan sering telat. Ke depan, ini harus diperbaiki dan diperkuat tatakelolanya supaya lebih transparan, akuntabel, dan juga kredibel,” pungkasnya.