Misri: Perempuan Banjarmasin yang Terseret Tragedi Kematian Brigadir Nurhadi

Brigadir Muhammad Nurhadi (kiri) ditemukan tewas di kolam vila Gili Trawangan, Lombok Utara, pada 16 April 2025. Misri Puspita Sari (kanan), warga sipil asal Banjarmasin, kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian tersebut, bersama dua perwira polisi. Namun hanya Misri yang langsung ditahan, memicu kritik publik terhadap penanganan kasus ini.

apakabar.co.id, JAKARTA – Nama Misri Puspita Sari mendadak jadi sorotan usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi di Gili Trawangan, Lombok Utara.

Perempuan muda asal Banjarmasin itu kini berhadapan dengan dakwaan serius yang bisa mengubah seluruh jalan hidupnya.

Awalnya, Misri hanya menerima tawaran menemani liburan dari perwira polisi, Kompol I Made Yogi Purusa Utama, dengan imbalan Rp10 juta.

Tapi liburan itu berubah menjadi tragedi pada 16 April 2025, ketika tubuh Nurhadi ditemukan tak bernyawa di kolam renang vila yang mereka sewa.

Polisi menetapkan tiga tersangka: Kompol Yogi, Ipda Haris Chandra, dan Misri. Namun hanya Misri yang langsung ditahan, dengan alasan berdomisili di luar NTB. Sementara dua polisi itu sempat tidak ditahan.

Misri kini membantah tuduhan turut menyebabkan kematian Nurhadi. Ia mengklaim tidak tahu pasti apa yang terjadi saat korban ditemukan di dasar kolam.

Bahkan, pengacaranya, Yan Mangandar Putra, menyebut penetapan kliennya sebagai tersangka “berlebihan dan tak adil”.

“Misri itu hanya warga sipil, tidak punya kuasa. Tapi dia satu-satunya yang langsung ditahan. Sementara dua atasan Nurhadi yang jelas-jelas punya kendali atas situasi malah sempat bebas,” ujar Yan.

Lebih dari itu, Misri mengaku mengalami tekanan psikologis sejak tragedi itu. Ia sempat mengaku melihat “raksasa tanpa wajah” yang melarangnya bicara soal kejadian malam itu. Bahkan ia sempat kerasukan arwah Nurhadi, menurut pengakuannya.

Misri juga mengaku membeli obat penenang dari Kompol Yogi seharga Rp2 juta sebelum berangkat ke Lombok. Obat itu dikonsumsi saat pesta malam di vila, bersama alkohol dan dugaan narkotika.

Kritik Atas Penanganan Kasus

Penahanan Misri dan lambannya proses terhadap dua tersangka polisi menuai kritik luas. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Rano Alfath mendesak agar kasus ini segera diselesaikan dan tidak berlarut-larut.

“Ini menyangkut nyawa korban. Harus cepat diproses agar ada kepastian hukum,” ujar Rano di Senayan, Kamis (10/7).

Menurut Rano, tindakan aparat yang terlibat dalam pesta narkoba dan alkohol harus ditindak tegas, tanpa pandang bulu. “Walaupun pelaku adalah oknum polisi, tetap harus diproses secara pidana,” tegasnya.

Sementara itu, tim Bareskrim Polri juga sudah turun tangan untuk mengawal penanganan kasus ini. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, memimpin tim asistensi ke Polda NTB, Kamis kemarin.

“Kami ingin memastikan penyidikan berjalan sesuai aturan dan tidak ada yang ditutup-tutupi,” kata Djuhandhani.

Misteri yang Belum Terjawab

Hingga kini, penyidik sudah memeriksa 18 saksi fakta dan lima saksi ahli. CCTV, barang bukti, dan rekaman video yang merekam detik-detik Nurhadi di kolam menjadi dasar penyidikan.

Namun motif dan rangkaian kejadian sebenarnya masih menjadi teka-teki. Penyidik menyatakan tak mengejar pengakuan tersangka, tapi fokus pada pemenuhan unsur pasal.

Di tengah proses hukum yang berjalan lambat dan dianggap tidak adil, publik menanti: siapa sesungguhnya yang bertanggung jawab atas kematian Brigadir Nurhadi?

 

7 kali dilihat, 7 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *